Monday 24 October 2011

HARGA GAMBIR MEROSOT RAKYAT MENDERITA


Petani gambir di Kapur IX dan Pangkalan Koto Baru, terancam kelaparan. Anak-anak mereka juga terancam putus sekolah dan putus kuliah. Ini terjadi karena harga gambir terus-terusan turun. Bahkan, dalam minggu kedua sampai ketiga bulan Juni 2011, harga gambir semakin tidak jelas.

“Harga gambir sekarang tidak jelas. Ada yang membeli Rp11 ribu per kilogram, ada pula yang membeli kurang dari Rp10 ribu. Tidak ada harga pasti untuk petani. Pokoknya, ekonomi petani gambir benar-benar sedang susah,” kata Wali Nagari Kotobangun, Zarul Kasmi,  kepada Padang Ekspres, Kamis (16/6).

Tokoh masyarakat Nagari Lubuakalai, Irman Teddy juga mengungkapkan hal serupa. “Ya, petani gambir di Kapur IX, tahun ini sangat menderita. Harga gambir turun sejadi-jadinya. Bahkan sampai Rp8 ribu per kilogram,” ujar mantan wali nagari itu.

Sejumlah istri petani gambir di Nagari Sialang, mengatakan, turunnya harga gambir membuat mereka terpaksa berutang kepada lintah darat,  untuk membeli beras dan menyekolahkan anak-anak.


“Daripado awak indak makan, anak indak sikolah, dialah kami bautang (Ketimbang tidak makan dan anak tidak sekolah, biarlah berutang),” ujar Eti, 43, dan Ina, 38, ketika ditemui di pasar Muaropaiti, pekan lalu.

Bekas petinggi Bank Indonesia Iramady Irdja juga menceritakan betapa pahitnya penderitaan petani gambir. “Saya baru terima telepon dari saudara di Limapuluh Kota, ada 2 anak petani gambir, terancam putus kuliah di Padang, karena harga gambir yang terus turun,” tulis Iramady di jejaring sosial facebook.

Pahitnya nasib petani gambir di Kapur IX, Pangkalan Koto Baru, Mungka, Bukitbarisan, dan sebagian Harau, disampaikan pula fraksi Partai Demokrat DPRD, Rabu (15/6). Fraksi partai berlambang Mercy ini menengarai, pendapatan petani gambir sudah turun sejak tiga bulan terakhir, disebabkan rendahnya permintaan akan gambir itu sendiri.

“Penentuan harga gambir memang berdasar hukum pasar, yaitu permintaan dan penawaran. Walaupun demikian, kondisi harga yang turun sekarang, harus disikapi pemda. Kalau dibiarkan terus berlanjut, akan terjadi gejolak sosial di tengah masyarakat,” kata Wendi Chandra.

Ketua Partai Demokrat Darman Sahladi mendesak pemerintah untuk campur-tangan, terkait persoalan harga gambir yang terus menurun. “Apa langkah konkret  pemerintah daerah untuk mengatasi kondisi saat ini? Lalu apa pula langkah ke depan?” tanya Darman.

Permintaan serupa juga terdengar semakin membahana dari  Kapur IX. “Ya, kami berharap solusi dari pemerintah daerah?  Katanya, pemda mau kerjasama dengan  perguruan tinggi, untuk transfer teknologi pengolahan gambir, sehingga petani tidak cuma menjual gambir mentah seperti sekarang. Mana buktinya,” kata Irman.

Irman menilai, petani gambir sebenarnya tidak punya mimpi yang muluk-muluk. “Bagi petani dan pedagang, harga stabil saja sudah cukup. Kalau harga anjlok, pemerintah bisa menalangi gambir di tingkat petani. Itu saja kalau dilakukan, sudah membantu rasanya,” ungkap Irman.

Di sisi lain, anggota DPR RI asal PKS Refrizal dalam sebuah diskusi dengan wartawan di Sarilamak, mengatakan, untuk mengatasi persoalan harga gambir, pemerintah bisa menerapkan sistem resi gudang. Caranya, pemerintah membeli gambir, saat harga pasar dunia anjlok dengan harga yang wajar.

“Ini tertuang jelas dalam Undang-Undang No 9 tahun 2006 tentang Resi Gudang. Sayang, sistem resi gudang ini belum diterapkan. Sudah saatnya pemerintah menerapkan resi gudang untuk gambir dan hasil bumi lainnya. Kami akan coba memasukkan usul ini agar dapat dibahas di DPR. Tapi, pemkab harus usulkan ini kepada pemerintah pusat. Nanti, akan kami dorong,” ulas Refrizal.


Artikel Terkait Tentang :

No comments:

Post a Comment