Wednesday 21 September 2011

Kebohongan Pejabat Publik Diduga Meluas


Kebohongan pejabat publik diduga tidak hanya terjadi di Jakarta, tapi sudah meluas ke daerah. Di Kabupaten Limapuluh Kota, pejabat publik diduga berbohong terkait penetapan bencana longsor di lokasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), Jorong Kototinggi, Nagari Maek, Bukitbarisan.


Kebohongan itulah yang disorot Fraksi Partai Demokrat DPRD Limapuluh Kota, ketika menyampaikan pandangan akhir terhadap laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun 2010, Senin (19/9).


“Sesuai hasil pemeriksaan BPK, longsor di PLTMH Maek bukan terjadi karena bencana alam, tetapi akibat kelalaian dari konsultan perencana dan pelaksana proyek. Longsor juga terjadi akibat kurang akuratnya pengawasan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral,” kata juru bicara Fraksi Partai Demokrat Aida.


Pendapat akhir Fraksi Partai Demokrat mendapat perhatian dari sejumlah aktifis gerakan antikorupsi. “Pendapat itu menarik untuk ditelusuri. Coba kumpulkan lagi arsip berita media-massa soal PLTMH Maek, pasti akan ditemukan sejumlah dugaan kebohongan pejabat publik,” kata Yudilfan Habib, aktifis Forum Peduli Luak Limopuluah, Selasa (20/9).


Apa yang disampaikan Habib ternyata bukan isapan jempol belaka. Padang Ekspres kembali membolak-balik sejumlah arsip berita tentang proyek PLTMH Maek. Dalam dua berita yang diturunkan Padang Ekspres tanggal 11 dan 12 Maret 2011, memang timbul tanda-tanya besar soal proyek bernilai Rp1,2 miliar tersebut.


Komentar yang Diralat
Dalam arsip pertama ditulis PLTMH Maek tidak berfungsi, sehingga membuat anggota Komisi B DPRD menjadi prihatin dan melakukan peninjauan lapangan, Rabu (9/3). Saat meninjau itu, anggota Komisi B memperoleh informasi, PLTMH Maek tidak berfungsi karena dilanda banjir bandang atau longsor.


Pemkab Limapuluh Kota sudah mengeluarkan surat keterangan tentang bencana alam dimaksud. “Surat keterangan bencana alam inilah yang membuat kita kaget. Sebab menurut keterangan masyarakat dan wali nagari, di lokasi PLTMH tidak pernah terjadi bencana alam,” kata seorang anggota Komisi B, dalam berita tersebut.


Anggota Komisi B dari Partai Golkar itu menduga, terdapat kejanggalan dalam penetapan surat keterangan bencana alam di lokasi PLTMH Maek. Dugaan serupa disampaikan seorang anggota fraksi Partai Golkar asal Harau dan seorang anggota fraksi PPP.


Bahkan, anggota DPRD dari Harau itu lebih keras lagi. Ia menyatakan, Bupati Alis Marajo telah dikelabui oleh jajarannya dalam pembuatan SK penetapan bencana PLTMH Maek. Sebab Di PLTMH Maek tidak ditemukan.


Sisa-sisa banjir bandang
“Sebaliknya, kita melihat fondasi PLTMH yang dibangun tidak kokoh. Diduga pondasi itu runtuh sendiri. Makanya, pihak pelaksana proyek atau pun Dinas Pertambangan dan Energi Sumber Daya Mineral harus bertanggung jawab,” kata anggota dewan itu pula.


Tapi sehari kemudian atau setelah bertatap muka dengan mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunire Yunirman, beberapa anggota Komisi B DPRD malah meralat komentar yang terlanjur disampaikan kepada Padang Ekspres.


Bahkan dalam berita kedua tentang PLTMH Maek, salah seorang anggota dewan yang tadinya vokal, dengan nada meyakinkan menyatakan, bencana longsor memang terjadi di PLTMH Maek 19 Desember 2010, sehingga membuat roboh dinding dan fondasi saluran yang dibangun!


Sebelum anggota DPRD meralat pernyataan mereka sendiri, mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Yunire Yunirman juga memberi komentar soal bencana di PLTMH Maek. Menurutnya, bencana alam itu terjadi beberapa hari jelang kontrak pekerjaan PLTMH berakhir.


“Saat bencana terjadi, kita punya foto-foto. Kita juga punya surat keterangan dari wali nagari. Pihak dari PU dan Kesbangpol juga turun ke lokasi dan sepakat menyatakan terjadinya bencana alam,” kata Yunire.


Demokrat Bersuara
Tapi, ralat maupun bantahan yang disampaikan sejumlah pejabat publik ditepis BPK RI. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Daerah Limapuluh Kota tahun 2010 BPK menegaskan, longsor di PLTMH Maek bukanlah terjadi akibat bencana alam, tapi akibat kelalaian dari konsultan perencana dan kelalaian pelaksana proyek.


BPK RI juga menilai pengawasan dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral kurang akurat. Senada dengan penilaian BPK RI itu, Fraksi Partai Demokrat DPRD Limapuluh Kota juga menyatakan, bencana di PLTMH Maek bukanlah tertimbunnya bendungan dan saluran, tetapi runtuhnya bangunan dan saluran PLTMH.


“Kejadian jatuhnya bangunan bendungan dan saluran tersebut, terjadi saat masih menjadi tanggungan pemeliharaan, namun pemerintah daerah malah menganggarkan perbaikan longsor tersebut. Ini sangat merugikan keuangan daerah karena membelanjakan anggaran APBD untuk kelalaian tersebut,” kata Aida, juru bicara Fraksi Partai Demokrat.


Ironisnya, sampai sekarang, menurut Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Wendi Chandra Datuak Maradjo, pekerjaan PLTMH Maek belum selesai dan belum bisa dihibahkan ke masyarakat. Karenanya, Wendi Chandra Datuak Marajo meminta kepala daerah bersikap, demi terciptanya sistem pemerintahan yang baik dan bersih sesuai dengan harapan masyarakat banyak.


Bersamaan dengan harapan Fraksi Partai Demokrat, Yudilfan Habib juga meminta penegak hukum agar tidak membutakan mata ataupun menutup telinga. “Kebohongan demi kebohongan yang terjadi dalam penetapan longsor PLTMH Maek, harus diusut tuntas. Kalau ada dugaan kongkalingkong, segera antarkan pelakunya ke penjara. Sebab rakyat sudah capek dengan kebohongan,” kata Habib.


Di sisi lain, Kapolres Limapuluh Kota AKBP Partomo Iriananto memastikan, pihaknya sudah memeriksa tiga pejabat terkait kejanggalan dalam proyek pembangunan PLTMH di Jorong Kototinggi, Maek. Sayang, Kapolres tidak menyebut identitas ketiga pejabat dimaksud.


“Sampai sekarang, kita masih menyelidiki dugaan tidak akuratnya proyek PLTMH di Maek. Bila hasil penyelidikan menempatkan A1 (pasti-red), maka para oknum pejabat atau pelaku yang mesti bertanggung jawab, akan terjerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi,” ujar Partomo.


Artikel Terkait Tentang :

No comments:

Post a Comment