Monday, 28 June 2010

Malpraktek Rumah Sakit Mohammad Anwar, Mata Bayi 6 Bulan di Copot

Kediri – Nahas menimpa Rendi Nur Rizki, balita berusia enam bulan. Anak pertama pasangan Nuryudi (22) dengan Reli Hartani (24) harus hidup tanpa satu bola mata, di sebelah kanannya.

Balita berjenis kelamin laki-laki malang ini kehilangan indera penglihatannya setelah sebelumnya menjalani operasi di Rumah Sakit dr H Mohammad Anwar Sumenep.

Karena keluarga merasa putus asa dengan penanganan kepolisian, kini Rendi dibawa pulang ke rumah kakeknya Sajuri (63) Dusun Gondang, Desa Purworejo, kecamatan Kandat kabupaten Kediri.

Nuryudi, ayah korban membawa pulang anaknya sejak satu bulan lalu. Yudi mengaku lelah memperjuangkan nasib anaknya di Sumenep, namun sampai saat ini ia belum mendapatkan keadilan.

“Saya hanya bisa menunggu hasil dari penanganan kasus ini oleh pengacara saya, Azam Khan SH dari Jakarta yang berjanji memberikan bantuan hukum secara gratis,” ungkap Yudi, Rabu (7/4).

Masih kata Yudi, melalui pesan pendek dari pengacara dijelaskan bahwa kasus tersebut sudah dilaporkan kepada Dewan Kehormatan Kedokteran. Sebab hingga saat ini pihak keluarga meyakini jika lepasnya bola mata kiri Rendi saat dirawat di Rumah Sakit Umum Muhammad Anwar akibat dugaan malpraktek medis.

Yudi menjelaskan, peristiwa memilukan yang menimpa buah hatinya bermula dari kedatangannya bersama sang istri ke rumah sakit Muhammad Anwar Sumenep pada 12 Oktober 2009 lalu. Saat itu istrinya Reli hendak melahirkan.

Setelah dalam penanganan medis, Rendi pun lahir secara normal. Namun, karena berat berat badan bayi di bawah normal, akhirnya Rendi harus dirawat di inkubator.

Sedangkan, Reli ibunya diperbolehkan pulang. Rendi pun harus ditunggui secara bergantian oleh keluarganya, karena Yudi sebagai kuli angkut harus bekerja mencari uang untuk biaya perawatan anaknya.

Pada tanggal 22 Oktober, atau tepatnya hari ke-9 setelah kelahirannya, Rendi ditunggui oleh neneknya Marwah. Petaka itu pun datang, saat Marwan harus beli obat ke rumah sakit, Rendi dijaga oleh tetangga Misrawani.

“Saat itu tiba-tiba datang salah seorang perawat menyodorkan surat pernyataan kepada tetangga saya bahwa mata Rendi harus dioperasi karena terkena penyakit yang berbahaya, kalau tidak akan menjalar ke otak. Tetangga saya pun membubuhi tanda tangannya dan anak saya akhirnya dioperasi,” cerita Yudi.

Keesokan harinya, pada tanggal 23 Oktober 2009, Yudi mendapat surat dari rumah sakit, dia diminta datang. ”Tiba-tiba saya diberi bola mata anak saya dan disuruh menguburkan karena mengandung penyakit yang berbahaya. Tentu saja saya shock, karena saat lahir mata anak saya normal,” masih cerita Yudi.

Apalagi, Reli ibu Rendi seakan tak percaya bahwa bola mata anaknya telah dikeluarkan dari kelopaknya. Karena tidak terima, kemudian keluarga mendatangi rumah sakit, untuk menuntut agar mengembalikan bola mata Rendi. Namun, Yudi dan Reli malah mendapat bentak-bentakan dari petugas medis.

Tepat pada tanggal 12 November 2009, akhirnya keluarga memutuskan untuk lapor polisi. Namun, meski sempat diproses, namun akhirnya kasus itu dihentikan oleh pihak kepolisian Resor Sumenep karena tidak ditemukannya alat bukti malpraktik.

Ditunjukkan dengan surat pemberitahuan Polres Sumenep nomor B/352/X/2009/Satreskrim yang ditandatangani Kepala Satuan Reskrim Ajun Komisaris Polisi Mualimin. Dalam surat tersebut tertulis bahwa Polres Sumenep belum menemukan alat bukti baru (novum) untuk melanjutkan pemeriksaan tersebut.

Artikel Terkait Tentang :

No comments:

Post a Comment