Tuesday, 8 June 2010

''' Dana Partisipasi''' dan kerakusan DPR

DEWAN Perwakilan Rakyat dengan dimotori Partai Golkar mendesak pemerintah untuk memasukkan dana aspirasi ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2010. DPR meminta agar setiap anggota parlemen mendapatkan alokasi Rp 15 miliar yang dipakai untuk proyek pembangunan di daerah pemilihannya masing-masing

Permintaan DPR menuai kritik tajam. DPR dinilai bukan hanya melanggar aturan Undang-Undang Keuangan Negara, tetapi merusak tatanan kenegaraan. DPR mencampuradukkan fungsi pengawasan dan fungsi eksekutif.

Alasan DPR bahwa pemberian dana aspirasi sebagai bagian dari upaya parlemen membantu penyerapan anggaran dan stimulus pembangunan di daerah merupakan pembenaran yang mengada-ada. Seakan menunjukkan kepedulian dan kedekatan anggota DPR dengan daerah pemilihannya. Padahal, mereka selama ini tidak terlalu peduli dengan daerah pemilihannya.

Para anggota DPR seakan bermimpi bahwa sistem pemilihan umum yang kita terapkan adalah sistem distrik murni. Padahal, banyak calon yang masih drop-dropan dari pusat. Mereka hanya berupaya mendapat kursi DPR dari daerah tersebut. Setelah terpilih mereka sama sekali tidak peduli dengan daerah pemilihannya, karena hatinya tidak pernah ada di sana. Mereka hanya pinjam kursi daerah untuk menikmati simbol sebagai anggota dewan yang terhormat.

Ketika seorang anggota DPR tidak mengenali betul daerah pemilihannya, sangat tidak masuk akal kemudian berkeinginan untuk membangun daerahnya. Dengan uang Rp 15 miliar, proyek apa yang bisa dipakai untuk bisa memberi manfaat bagi warga yang tinggal di daerah pemilihannya?

Apa yang dilakukan anggota DPR merupakan cerminan dari cara berpikir kita yang terlalu menyederhanakan persoalan. Seakan-akan pembangunan itu sekadar membuat proyek. Padahal pembangunan itu harus berangkat dari apa yang dibutuhkan sehingga bisa terasa manfaatnya bagi seluruh warga.

Agar pembangunan itu bisa memenuhi keinginan seluruh warga, maka harus dilakukan pengkajian yang mendalam. Perancang proyek pembangunan harus mendengar aspirasi yang berkembang sehingga tahu proyek apa yang paling cocok untuk dilaksanakan.

Bukan datang ke daerah sambil membawa anggaran Rp 15 miliar. Lalu dengan cepat merancang sebuah proyek. Selain berpotensi terjadinya penyelewengan, cara seperti itu niscaya akan menimbulkan kecemburuan di tengah masyarakat. Akan terjadi perdebatan mengapa dilaksanakan proyek ini di situ, bukan proyek itu di sana.

Keberhasilan pembangunan masyarakat sangat ditentukan oleh seberapa dalam hati kita terpaut pada proyek yang akan kita kerjakan, bukan berapa besar dana yang disiapkan. Peraih Nobel Muhammad Yunus merupakan contoh nyata akan hal itu. Ia bisa berhasil membangun Grameen Bank dan mengangkat kehidupan masyarakat Bangladesh, bukan karena ia kaya raya, tetapi karena ia kaya hati.

Yunus bisa membangun ekonomi masyarakat Bangladesh karena ia setiap hari bergelut dengan masyarakat, sehingga tahu apa yang dibutuhkan masyarakat. Bukan ujug-ujug datang dengan keinginannya, tanpa tahu apa yang dibutuhkan masyarakatnya.

Pemerintah dengan tegas seharusnya menolak keinginan DPR tersebut. Ancaman untuk memersulitkan pembahasan APBN 2011 tidak boleh membuat pemerintah takut. Itu hanya merupakan gertakan yang tidak berdasar.

Akan lebih baik apabila DPR memerjuangkan agar dana alokasi umum atau dana pembangunan di daerah diperbesar. Apabila anggota DPR berkeinginan agar anggaran bisa lebih cepat bisa direalisasikan, maka anggota DPR turun ke daerah untuk mengetahui apa akar persoalan keterlambatan penggunaan dana APBN itu.

Apalagi DPR berdalih bahwa dana aspirasi itu tidak diterimakan oleh anggota DPR. Dana itu langsung diberikan ke daerah untuk proyek yang ditetapkan oleh anggota DPR.

Partai-partai politik di DPR harus juga berani bersuara untuk menentang ide Partai Golkar itu. Bukan diam-diam menunggu keberhasilan perjuangan Partai Golkar, karena dianggap bisa menjadi investasi untuk bisa terpilih kembali sebagai anggota DPR periode mendatang.

Termasuk Partai Demokrat pada awalnya memang mendukung ide dana aspirasi ini. Partai Demokrat hanya diam tidak bersuara, karena mereka masih mendukung ide tersebut, namun tidak berani tampil ke permukaan karena dikecam banyak pihak.

Berpolitik tanpa prinsip, inilah yang sedang terjadi pada bangsa ini. Mereka lupa akan cita-cita dasar dari perjuangan bangsa ini, yakni menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Keinginan itu hanya bisa tercapai apabila elite politiknya memunyai prinsip berpolitik yang jelas. Yaitu berpolitik dengan hati untuk kepentingan rakyat banyak, bukan sekadar menyenangkan diri sendiri.

Artikel Terkait Tentang :

No comments:

Post a Comment