Wednesday 27 March 2013

Pembuktian Sulit Dilakukan, Golkar Tolak Pasal Santet


Fraksi Partai Golkar (FPG) di DPR menolak usulan pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) agar dimasukkan pengaturan pasal pidana santet yang sedang dibahas di komisi III ini. Pasalnya, santet sendiri pembuktiaannya sulit dilakukan dari sisi hukum.
Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Anggota Komisi III DPR dari FPG, Nudirman Munir dalam sebuah acara debat partai mengenai RUU KUHP pidana santet disebuah televisi swasta nasional beberapa waktu lalu.
"Alasan Golkar menolak pasal santet karena santet ini sulit dibuktikan," tegas Anggota Komisi III DPR dari FPG Nudirman Munir.
Menurut Nudirman, santet sendiri termasuk dalam delik formal hukum pidana. Dan santet ini sebagai bentuk penipuan, sehingga tidak perlu  diatur dengan pasal tersendiri tetapi di atur dalam pasal penipuan di UU KUHP.
"Dikhawatirkan menimbulkan kriminalisasi di masyarakat karena santet sulit dibuktikan," kata Nudirman.
Selain itu, lanjut Nudirman, di seluruh duniapun, hampir tidak ada secara khusus di UU nya mengatur soal santet. Santet sendiri di semua ajaran agama manapun melarangnya. "Kalau santek masuk delik penipuan dalam UU KUHP, Golkar setuju," ujar Nudirman.

Politisi PG, Sirajudin Abdul Wahab menambahkan persoalan hukum ini harus ada pembuktian yang sampai saat ini berlaku di dunia peradilan. Namun, santet tidak dapat dibuktikan dan juga masalah santet ini masuk dalam inmaterial dalam hukum pidana. "Persoalan Inmaterial tidak perlu dimasukan. Hukum itu harus menciptakan pasal kepastian, jangan hanya asumsi-asumsi semata," tukasnya.
Ketua DPP PG, Hadjriyanto Y Thohari menegaskan partai Golkar belum ambil sikap secara penuh menerima ataupun menolak pasal ini. Pasalnya, dalam RUU KUHP pasal 293 yang diatur itu bukan kepada santetnya, melainkan kepada seseorang yang mengaku memiliki kemampuan lebih dalam artian memiliki kekuatan gaib digunakan untuk kejahatan.
"Penempatan dalam bab itu perlu dilakukan evaluasi, persoalan ini lebih kepada delik penipuannya bukan kepada santetnya," jelas Wakil Ketua MPR ini.
Sementara itu, Kriminolog Ronny Nitibaskara mengatakan di seluruh dunia, santet ini ada. Sehingga, kita tidak bisa mendiamkan pelaku santet karena akan berdampak secara luas kepada masyarakat apabila hal ini tidak diatur dalam sebuah UU secara khusus.        
"Di Indonesia, santet banyak terjadi daerah-daerah. Ini penting dimasukkan dalam UU KUHP," kata Ronny.
Menurut Ronny, santet ini bukan sebagai bentuk penipuan, melainkan sebagai bentuk mengganggu ketertiban umum. Sehingga, santet ini tidak perlu dimasukkan dalam pasal penipuan dalam UU tersebut, melainkan dimasukkan dalam pasal mengganggu ketertiban umum.
"Sehingga, tidak terlalu sulit bagi kepolisian membuktikan itu," tutup Ronny.


Artikel Terkait Tentang :

No comments:

Post a Comment