Monday 4 February 2013

Dicari! Hakim yang Berani Pecat Terdakwa Korupsi dari Jabatan Publik

Meski sudah divonis pengadilan, ada kalanya terdakwa korupsi masih bebas menduduki jabatan publik yang diembannya. Padahal, KUHP memberikan peluang hakim 'melengserkan' pejabat negara yang korup tersebut seiring vonis hakim.

"Hingga saat ini belum ada hakim yang memvonis terdakwa korupsi disertai hukuman tambahan pemecatan terdakwa dari jabatan yang diembannya," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA), Ridwan Mansyur, saat berbincang dengan detikcom, Senin (4/2/2013).

Selama ini hakim hanya membuat hukuman tambahan yaitu menyita aset kekayaan terdakwa. Penyitaan aset ini dilarang melebihi nilai kerugian negara. Hukuman tambahan ini diakui oleh pasal 10 huruf b KUHP.


"Selama ini, hakim hanya membuat hukuman tambahan berupa perampasan aset karena ada kerugian negara. Di luar itu belum ada," ujar Ridwan.

MA menilai hakim tidak perlu takut membuat terobosan hukum. Hakim harus berani menjatuhkan hukuman sesuai rasa keadilan sepanjang dimungkinkan oleh peraturan yang ada.

"Kalau memang ada hakim yang seperti itu, silakan saja. Nanti kan akan diuji oleh Pengadilan Tinggi atau MA. Apakah putusan itu merupakan terobosan hukum yang tepat atau tindakan unprofesional," jelas mantan Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Batam ini.

Selama ini, proses pelengseran pejabat pasca divonis hakim korupsi tergantung prosedur yang diatur oleh UU terkait. Seperti kepala daerah diatur oleh UU Pemda dan pemberhentian PNS yang korupsi diatur oleh UU Kepegawaian.

"Tapi kalau ada hakim yang membuat terobosan dalam putusannya, yaitu terdakwa langsung diberhentikan seketika usai putusan berkekuatan hukum tetap, tentu akan kita pelajari, apakah putusan hakim itu terobosan hukum yang tepat atau tidak," ujar hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ini.

Artikel Terkait Tentang :

No comments:

Post a Comment