Monday 22 October 2012

Ini Hasil Audit BPK Terhadap Proyek Hambalang


Audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan terkait proyek pusat olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, diduga bermasalah. Sempat ramai diberitakan bahwa nama Menteri Pemuda dan Olah Raga, Andi Mallarangeng, hilang dalam audit itu.
Tapi anggota BPK, Taufiqurrahman Ruki, menegaskan bahwa audit itu belum selesai.  Berdasarkan dokumen audit Hambalang yang diterima VIVAnews, Senin 22 Oktober 2012, BPK menyebutkan kerugian negara akibat proyek senilai Rp1,2 triliun ini mencapai Rp186.918.839.767.

BPK juga menyimpulkan ada indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundangan dan penyalahgunaan kewenangan dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak dan dalam proses lelang yang dilakukan oleh pihak terkait.

Berikut sejumlah penjelasan singkat yang tercantum dalam dokumen BPK tertanggal 1 Oktober 2012 itu:

Pertama, izin penetapan lokasi, izin site plan, dan IMB diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor meskipun Kementerian Pemuda dan Olah Raga belum/tidak melakukan studi Amdal terhadap proyek pembangunan P3SON Hambalang dimaksud.


Kedua, Surat keputusan pemberian Hak Pakai bagi Kemenpora atas tanah seluas 312.448 M2 di lokasi Desa Hambalang dikeluarkan oleh Kepala BPN, meskipun salah satu persyaratan berupa Surat Pelepasan Hak dari J Probosutejo selaku pemegang hak sebelumnya, diduga palsu.
Selain itu, persyaratan lainnya, berupa Surat Pernyataan Sesmenpora yang menyatakan bahwa pada pengadaan lahan dimaksud tidak terjadi kerugian negara berdasarkan LHP BPK adalah tidak sesuai dengan kenyataan. Subtansi bahwa pengadaan lahan dimaksud tidak terjadi kerugian negara, teryata tidak pernah dimuat dalam LHP BPK.

Ketiga,  persyaratan dalam rangka memperoleh persetujuan kontrak tahun jamak tidak terpenuhi yaitu sebagai berikut:
a. Surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak ditandatangani oleh pihak yang tidak berwenang tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora.
b. Pendapat teknis yang dimaksudkan dalam PKM 56/2010 tidak ditandatangani oleh Menteri Pekerjaan Umum.
c. Tidak seluruh unit bangunan yang hendak dibangun secara teknis dapat dilaksanakan lebih dari satu tahun anggaran.
d. Volume dalam RKA-KL revisi menurun dari volume RKA-KL sebelum revisi yaitu dari semula 108.553 M2 menjadi 100.398 M2, disajikan seolah-olah naik dari semula 108.553 M2 menjadi 121.097 M2.
e. Revisi RKA-KL Kemenpora 2010 yang menunjukkan kegiatan lebih dari satu tahun anggaran belum ditandangani oleh Dirjen Anggaran Kemenkeu pada saat kontrak tahun jamak disetujui.
f. Pemberian dispensasi keterlambatan pengajuan usulan revisi RKA-KL Kemenpora 2010 didasarkan pada data dan informasi yang tidak benar.

Keempat, penetapan RKA-KL Kemenpora tahun 2011 untuk pekerjaan Kontruksi Hambalang tidak diberi tanda bintang meskipun persyaratan berupa TOR belum dibuat Kemenpora.

Kelima, dalam proses pelelangan konstruksi terdapat indikasi penyimpangan sebagai berikut:
a. Pemenang lelang konstruksi, ditetapkan oleh pihak yang tidak berwenang tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora.
b. Ada rekayasa proses pelelangan pekerjaan konstruksi pembangunan proyek Hambalang untuk memenangkan PT Adhi Karya Tbk dan PT Wijaya Karya Tbk yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
   1. Menggunakan standar penilaian yang berbeda dalam mengevaluasi dokumen pra kualifikasi antara Adhi/Wika dengan rekanan lain. Standar penilaian untuk mengevaluasi KSO PT Adhi Karya Tbk dan PT Wijaya Karya Tbk menggunakan nilai pekerjaan sebesar Rp1,2 triliun, sedangkan standar penilaian untuk mengevaluasi rekanan lain menggunakan nilai pekerjaan sebesar Rp262 miliar.
   2. Mengumumkan lelang dengan informasi yang tidak benar dan tidak lengkap. Yaitu informasi mengenai nilai pekerjaan yang hendak di lelang diubah dengan cara memberikan surat pemberitahuan yang tidak dipublikasikan merata secara umum.
   3. Menggunakan nilai paket pekerjaan yang tidak seharusnya digunakan untuk mengevaluasi Kemampuan Dasar (KD) peserta lelang sehingga dapat memenangkan KSO PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya Tbk.

Keenam, penetapan lelang konstruksi oleh Sesmenpora tanda ada pelimpahan wewenang dari Menpora yang berwenang menetapkan

Ketujuh,  pencairan anggaran dilakukan melalui SPM meskipun SPP dan bukti pertanggungjawaban belum ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

Dalam dokumen itu, juga disebutkan sejumlah pihak yang diduga melakukan penyimpangan:

Di Kementerian Pemuda dan Olahraga: WM, Deddy Kusdinar, WM, J, BS, dan RW. Deddy Kusdinar saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus megaproyek ini.

Kemudian di Kementerian Keuangan: Agus Martowardojo (Menteri Keuangan), AR, MPN, DPAH, S, RHK, dan AM.
Menteri Agus siap mempertanggungjawabkan jika dirinya disebut ikut terlibat karena melakukan kesalahan prosedur kenaikan pagu anggaran dan penetapan anggaran multi years.

Di Kementerian Pekerjaan Umum, yakni GH dan DP. Serta di Badan Pertanahan Nasional yakni JW, MM, BS, EW, dan LAW.

Sebelumnya, Anggota BPK, Taufieqqurachman Ruki, menegaskan audit investigatif terhadap Pembangunan Pusat Pusat Olahraga di Hambalang, Bogor, ini masih belum selesai.

"Yang jelas pemeriksaan Hambalang belum selesai. Sekarang masih dibicarakan di tingkat badan. Nanti auditor-auditor yang sedang melaksanakan investigasi akan melaporkan ke tingkat badan," kata Ruki di Kementerian Keuangan, Jumat 19 Oktober 2012.

Menurut Ruki, pembahasan mengenai audit investigasi Hambalang sudah tiga kali dibahas di tingkat badan. "Kami masih melakukan kroscek tapi yang jelas belum selesai. Kami masih kasih target sampai minggu depan," ujar mantan Ketua KPK itu.

Menpora Andi Mallarangeng sudah berulang kali membantah terlibat dalam kasus megaproyek Hambalang ini. Andi pun menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus tersebut ke KPK.
"Kita serahkan semua pada proses hukum. Kita hormati proses hukum agar jelas persoalannya," kata Andi Mallarangeng di gedung DPR RI, Jakarta, Senin 15 Oktober 2012.



Artikel Terkait Tentang :

No comments:

Post a Comment