Friday 7 September 2012

Guru Matematika Minta MK Batalkan UU Tipikor

Seorang guru bimbingan Matematika yang berstatus freelance, Pungki Harmoko, menilai, hukuman pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terlalu ringan bagi koruptor.

Pungki menganggap, hukuman pidana dalam UU itu tidak akan menimbulkan efek jera bagi para maling "kerah putih". Untuk itu, Pungki meminta, agar Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Tipikor tersebut demi hukum.

Hal tersebut disampaikan Pungki dalam sidang pendahuluan di Gedung MK, Jakarta, Jumat 7 September 2012. "Sanksinya tidak timbulkan efek jera bagi pelaku korupsi," kata Pungki .


Dia  juga mengatakan, selain tidak menimbulkan efek jera, keberadaan hukum, dalam hal ini UU Tipikor, seharusnya dapat membuat orang takut untuk melanggarnya.

Namun, lanjut Pungki, kenyataannya tidak demikian. Karena dalam UU Tipikor itu para pelaku pelanggaran dikenakan hukuman kurungan dan denda, sehingga angka pelanggarannya tetap meningkat setiap tahunnya.

Karena itu, Pungki menilai, UU Tipikor itu bertentangan dengan UUD 1945. Meski begitu, dia tidak membenturkan pasal-pasal tertentu dalam UUD 1945 sebagai dasar adanya tentangan terhadap UU Tipikor.

Pungki hanya mendasarkan permohonanannya dengan menggunakan norma yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. "Norma yang dijadikan sebagai penguji, yaitu pembukaan alinea ke-4," kata Pungki.

Di muka sidang, Majelis Hakim Konstituti yang diketuai Achmad Sodiki, menyatakan permohonan uji materil ini keliru. Achmad menjelaskan, jika UU Tipikor ini dibatalkan, maka pemberantasan korupsi di negeri ini tidak memiliki lagi landasan hukumnya.

"Secara logika, kalau saudara menginginkan UU ini dibatalkan, maka justru korupsi tidak akan diberantas lagi, dan koruptor tidak bisa dihukum lagi," kata Sodiki.

Hakim Konstitusi lainnya, Ahmad Fadlil Sumadi berpendapat, pemohon dalam permohonannya tidak memberikan dasar kuat diujikannya UU Tipikor ini. Pasalnya, menurut Fadlil, pemohon hanya menyebutkan praktik yang sedang terjadi di masyarakat, tanpa menjelaskan dasar UU Tipikor bertentangan dengan UU 1945. "Apa dasarnya? Karena itu saudara harus mengubah semua dasar-dasar permohonan saudara yang diajukan ke sini," kata Fadlil.

Di mata Hakim Konstitusi, Anwar Usman, permohonan untuk membatalkan UU Tipikor bukan menjadi wewenang MK. Dia menilai, permohonan ini bukan uji materiil atau judicial review. Melainkan legislatif review. "Coba dikaji kembali permohonan saudara, apakah memang harus seperti ini untuk ikut andil dalam memperjuangkan pemberantasan korupsi?" kata Anwar.

"Untuk itu, kami beri waktu 14 hari bagi saudara untuk memberi perbaikan dalam permohonan saudara," ujarnya.

Artikel Terkait Tentang :

No comments:

Post a Comment