Tuesday 25 October 2011

Ketika Warga Padang masih Antre Mita

Krisis minyak tanah hingga kini tak kunjung berakhir. Di mana-mana terjadi antrean panjang warga, demi mendapatkan sejeriken kecil minyak untuk bahan bakar dapur itu. Semakin hari, semakin panjang pula antreannya.

Pemandangan itu bukan saja terlihat di kawasan padat penduduk di pusat kota. Di daerah pinggiran pun, antrean mengular juga menghiasi setiap pangkalan minyak tanah.

Sebut saja di Sungailareh, Lubuk Minturun, Kecamatan Kototangah, krisis minyak tanah malah menjadi-jadi. Bila dulu distribusi minyak tanah (mita) bersubsidi empat kali sebulan, sejak sebulan terakhir hanya dua kali sebulan.


Sejak pagi, warga kompleks Korem Sungailareh mulai berdatangan membawa jeriken kosong menunggu mobil merah berlogo Pertamina tiba di kompleks mereka. Jika tidak begitu, jangan harap bisa kebagian mendapat minyak tanah.

Hanya berselang dua jam, tangki mobil berukuran 5.000 liter itu langsung amblas. Biasanya, masih ada puluhan jeriken kosong belum mendapat bagian.

“Biasanya mobil tangki datang sekali seminggu, tapi entah kenapa sejak sebulan terakhir, hanya masuk (ke kompleks) dua kali seminggu,” ucap Mina, warga kompleks Korem kepada Padang Ekspres kemarin (24/10).

Setelah 66 tahun Indonesia merdeka, pemandangan antrean panjang warga mendapatkan jatah mita pada Orde Lama, masih mewarnai kehidupan masyarakat sehari-hari.   

Mayoritas warga kompleks Korem Sungailareh, itu masih menggunakan kompor minyak tanah untuk memasak. Mereka merasa kompor minyak tanah relatif lebih aman jika dibandingkan kompor gas.

 “Takut juga kalau melihat berita-berita di tivi. Kan sering kompor gas meledak. Rasanya lebih aman masak dengan kompor minyak tanah,” imbuhnya.

Dari pantauan Padang Ekspres, harga minyak tanah di pangkalan Rp 3.200 per liter. Padahal, menurut Perpres No 55/2005 dan 9/2006 Rp 2.500 per liter. Sedangkan harga eceran tertinggi (HET) oleh Pemda berdasarkan SK Mendagri sebesar Rp 2.810 untuk wilayah Sumbar.

Ketika dikonfirmasi ke salah satu pemilik pangkalan, Akir, mengklaim telah sesuai harga pasar di daerah tersebut. “Kami mematok harga segitu (Rp 3.200) karena memang seluruh pangkalan seperti itu. Coba saja tanya yang lain,” kilah pemilik pangkalan mita di Lubukgajah, Lubuk Minturun itu.

Sedangkan pemilik pangkalan mita di kompleks Korem Sungailareh, tidak bisa dimintai komentarnya karena sibuk melayani konsumen. Namun beberapa warga yang diminta tanggapannya, mengakui tidak keberatan dengan harga yang ditetapkan pangkalan. “Tidak apa-apa, bapak (pemilik pangkalan) sudah baik dengan membagi rata pada konsumen. Yang lebih dulu datang, dilayani juga lebih dulu. Biasanya di tempat lain tidak teratur seperti ini,” kata warga yang tidak mau disebutkan namanya itu.

Agen yang mengantarkan mita ke kompleks itu pun terkesan takut dan tidak mau memberikan keterangan. “Maaf, saya tidak tahu soal itu. Tanya bapak saja,” katanya menunjuk pemilik pangkalan. Laki-laki yang memakai baju dengan logo Pertamina itu pun buru-buru pergi.

Tidak Ada Pengurangan
Pihak Pertamina ketika dihubungi Padang Ekspres membantah telah melakukan pengurangan kuota mita untuk Sumbar. “Kami (Pertamina) tidak pernah mengurangi jatah minyak tanah. Untuk Sumbar kita terus menyalurkan 500 kiloliter sehari,” bantah Tri Yudha Nurmansyah, Sales Representatif Fuel Retail Marketing Sumbar ketika dihubungi melalui telepon genggam.

Yudha malah menuding kelemahan di tingkat pengawasan di lapangan. “Itu yang perlu ditingkatkan agar tidak terjadi lagi kenaikan harga mita melebihi HET. Pertamina tidak bisa menindak pangkalan yang menaikkan harga karena belum ada laporan dari pemda,” jelasnya.

“Kami hanya bertugas menyalurkan, tidak bisa menindak. Yang bisa menindak itu pemda. Kami hanya bisa mencabut izin pangkalan tersebut, itu pun setelah ada laporan dari pemda atau Disperindag” tambahnya.

Krisis minyak tanah ini bermula sejak adanya rencana konversi minyak tanah ke gas yang segera dimulai pemerintah pada awal 2012. Minyak tanah semakin susah didapat.

Informasi terakhir yang diterima Padang Ekspres, Sales Area Manager LPG Riau dan Sumatera,  Nyoman Sumarjaya mengatakan, sosialisasi akan dilakukan terlebih dahulu sebelum konversi dilakukan.
Untuk saat ini, sosialisasi masih belum bisa dilakukan karena masih belum ada penetapan waktu sosialisasi dan belum jelasnya pembagian tugas oleh Pertamina dan Ditjen Migas.

Artikel Terkait Tentang :

No comments:

Post a Comment