Thursday, 14 August 2014

PHK

PERTANYAAN : PHK
Saya mau bertanya tentang prosedur PHK karyawan 1. Jika karyawan di PHK dengan alasan efisiensi, betulkah perusahaan harus membayar uang pesangon sebesar 2 kali pasal 22, uang penghargaan masa kerja sebesar 2 kali sesuai ketentuan pasal 23 dan uang ganti kerugian sebesar 2 kali sesuai ketentuan pasal 24? 2. Sesuai pasal 24 "penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan sebesar 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja apabila masa kerjanya telah memenuhi syarat untuk mendapatkan uang penghargaan masa kerja" 15% tersebut apakah dari total keseluruhan uang pesangon ditambah uang penghargaan? Apakah uang pengobatan termasuk kedalam yang 15% juga? 3. Haruskah perusahaan membayar (sesuai pasal 24) walaupun karyawan tersebut belum diterima kerja diperusahan lain
" biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat dimana pekerja diterima bekerja", dan sebesar berapa? 4. Apakah perusahaan perlu membayar uang THR dan bagaimana penghitungannya? Apakah THR termasuk dalam penghitungan pembayaran pesangon dan uang penghargaan? 5. Kalau status karyawan part time, apakah tetap menerima pesangon?
JAWABAN :
TOMMY UTAMA SH
Pasal 191 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) menyatakan bahwa semua peraturan pelaksanaan yang mengatur ketenagakerjaan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. Sehubungan dengan hal tersebut, maka ketentuan mengenai uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang ganti kerugian, dan uang penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan sebagaimana
diatur dalam Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian di Perusahaan dinyatakan tidak berlaku lagi, karena UU Ketenagakerjaan telah mengatur ketentuan baru berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas.

Sedangkan ketentuan mengenai pembayaran uang THR, UU Ketenagakerjaan belum mengatur ketentuan mengenai hal tersebut, sehingga berkaitan dengan hal tersebut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/MEN/94 tentang Tunjang Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan (Permenaker 04/1994) masih tetap berlaku.

Selanjutnya berkaitan dengan beberapa pertanyaan yang diajukan, maka kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.                 Berkaitan dengan permasalahan PHK karyawan dengan alasan efisiensi, maka berdasarkan Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan yang pada pokoknya menyatakan bahwa perusahaan wajib memberikan uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

2.                 Berkaitan dengan permasalahan penggantian perumahan, serta pengobatan dan perawatan ditetapkan sebesar 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja yang telah memenuhi syarat, maka berdasarkan Pasal 156 ayat (4) butir c UU Ketenagakerjaan dimana dinyatakan hal yang sama dengan sebagaimana dimaksud di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.          Ketentuan sebesar 15% tersebut dihitung dari total keseluruhan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja yang memenuhi syarat;
b.          Ketentuan sebesar 15% tersebut dihitung dari jumlah uang pesangon saja;
c.          Ketentuan sebesar 15% tersebut dihitung dari jumlah uang penghargaan masa kerja yang memenuhi syarat.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas pula, maka uang pengobatan sebagaimana dimaksud di atas, juga termasuk ke dalam ketentuan sebesar 15% tersebut di atas.

3.                 Berkaitan dengan ketentuan mengenai perusahaan memberikan biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat dimana pekerja diterima bekerja, apakah jika pekerja tersebut belum diterima bekerja perusahaan harus membayar biaya atau ongkos sebagaimana dimaksud di atas?

Sehubungan dengan hal tersebut Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan hanya menyatakan bahwa dalam hal terjadi PHK, pengusaha wajib membayar uang pesangon, dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterimana, dimana permasalahan sebagaimana dimaksud di atas termasuk dalam katagori yang dinyatakan terakkhir. Selanjutnya baik bagian isi maupun penjelasan UU Ketenagakerjaan tidak memperinci secara jelas baik ketentuan mengenai perusahaan wajib membayar pekerja dalam hal pekerja tersebut belum diterima bekerja maupun ketentuan mengenai besarnya biaya atau ongkos.

4.                 Berkaitan dengan permasalahan mengenai apakah perusahaan perlu membayar uang THR dan bagaimana ketentuan penghitungannya, maka berdasarkan ketentuan pada Pasal 6 Permenaker 04/1994 dinyatakan perusahaan wajib memberikan THR kepada pekerjanya dengan status KKWTT yang diputus hubungan kerjanya (PHK) terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum jatuh tempo Hari Raya. Permenaker 04/1994 tidak mengatur lebih rinci lagi mengenai ketentuan apabila pekerja tersebut diputus hubungan kerjanya terhitung sejak lebih dari 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal jatuh tempo Hari Raya.

Selanjutnya ketentuan mengenai penghitungan THR diatur dalam Pasal 3 Permenaker 04/1994, antara lain sebagai berikut:
a.           Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih sebesar 1 (satu) bulan upah;
b.           Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proposional dengan masa kerja yakni dengan penghitungan masa kerja X 1 (satu) bulan upah.

Penghitungan uang THR tersebut tidak termasuk dalam penghitungan pembayaran uang pesangon dan uang penghargaan, karena berdasarkan Pasal 157 UU Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa komponen upah sebagai dasar penghitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima adalah sebagai berikut:
a.      Upah pokok;
b.      Segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yangdiberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh.

Selanjutnya THR berdasarkan SE Menteri Tenaga Kerja RI No. SE-07/MEN/1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah menyatakan bahwa THR merupakan komponen yang termasuk pendapatan non upah, bukan upah pokok maupun tunjangan yang bersifat tetap. Sehingga dengan demikian penghitungan THR tidak termasuk dalam penghitungan uang pesangon dan uang penghargaan.

5.                 Berkaitan dengan status karyawan part time apabila terjadi PHK, apakah  karyawan tersebut tetap menerima uang pesangon, maka berkaitan dengan permasalahan tersebut tidak diperoleh suatu ketentuan pemerintah yang mengatur ataupun memperinci permasalahan tersebut. Namun demikian, menurut hemat kami ketentuan mengenai hal sebagaimana dimaksud di atas dapat diatur dalam peraturan perusahaan atau dalam kontrak kerja karyawan tersebut dengan perusahaan dengan tidak bertentangan dengan Pasal 1320 KUHPerdata.




Artikel Terkait Tentang :

No comments:

Post a Comment