Sunday, 11 December 2011

Persekongkolan Nunun dan Para Wakil Rakyat

Pelarian Nunun Nurbaeti berakhir di Bangkok, Thailand. Nunun tertangkap setelah menjadi buron selama beberapa bulan atas statusnya sebagai tersangka kasus dugaan suap cek pelawat dalam pemilihan Gubernur Bank Indonesia pada 2004.

Nunun ditetapkan sebagai tersangka sejak Februari, sekitar dua tahun setelah namanya disebut sebagai saksi dalam kasus yang menjerat sejumlah anggota DPR periode 1999-2004 sebagai narapidana. Beberapa anggota dewan yang terjerat kasus ini antara lain Hamka Yandhu, Dudhie Makmun Murod, Udju Juhaeri, dan Endin AJ Soefihara.

Naik pangkat dari saksi menjadi tersangka, Nunun dijerat dengan pasal penyuapan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Nunun diduga memberi suap berupa cek perjalanan kepada sejumlah anggota DPR periode 1999-2004, sebagai ucapan terima kasih atas terpilihnya Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.


Keterlibatan Nunun dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini beberapa kali disebut dalam persidangan Dudhie Makmun Murod cs. Dalam persidangan terungkap bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie cs berasal dari Nunun melalui stafnya, Arie Malang Judo.

Majelis hakim juga menilai, cek perjalanan yang diterima Hamka Yandhu cs berasal dari Nunun. Pernyataan majelis hakim tertuang dalam pertimbangan vonis untuk Dudhie terkait kasus ini. Dudhie sendiri akhirnya divonis dua tahun penjara dan denda Rp100 juta.

Salah satu anggota hakim, Slamet Subagio, mengatakan bahwa sekitar pukul 10.00-11.00 WIB, Juni 2004, ada percakapan antara Nunun dan stafnya, Ahmad Hakim Safari atau Arie Malang Judo. Dalam pertemuan di ruang kerjanya, Nunun mengatakan kepada Arie,"Tolong bantu saya memberikan tanda terima kasih kepada anggota dewan."

Meski Nunun tidak bisa dihadirkan dalam sidang untuk mengonfirmasi percakapan ini, menurut Slamet, "Percakapan ini sudah dibenarkan oleh saksi Arie Malang Judo."

Menurut hakim, Arie kemudian bertemu dengan Dudhie di sebuah restoran di Senayan. Dalam pertemuan itu, Dudhie menerima Rp 9,8 miliar. Uang ini, menurut hakim, kemudian dibagi-bagi ke anggota Fraksi PDIP di Komisi Keuangan periode 1999-2004. Majelis hakim juga berkesimpulan bahwa Dudhie melakukan korupsi bersama-sama dengan anggota fraksi PDIP lainnya.
Selalu Mangkir
Nunun selalu mangkir memenuhi panggilan sidang sebagai saksi, dengan alasan sakit. Tiga kali panggilan, Nunun tak pernah hadir. Bahkan jaksa pun tidak pernah membacakan keterangan Nunun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, menyatakan Dudhie cs terbukti menerima cek pelawat. Hakim menegaskan bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie Makmun Murod cs berasal dari Nunun.

Suami nunun, mantan Wakil Kapolri yang kini anggota Komisi III DPR, Komisaris Jenderal Purnawirawan Adang Daradjatun, selalu membantah istrinya melakukan suap. Ia juga mengaku tak tahu keberadaan Nunun saat masih buron. "Ibu Nunun pernah disumpah tidak tahu kasus itu  dan tidak pernah memberi suap," kata Adang suatu waktu.

Artikel Terkait Tentang :

No comments:

Post a Comment