Keempat wajah baru di pucuk jabatan tertinggi itu adalah Bambang Widjojanto, Abraham Samad, Adnan Pandupraja, dan Zulkarnain. Bambang Widjojanto dan Abraham Samad memiliki latar belakang profesi sama sebagai advokat, Adnan Pandupraja adalah anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), sedangkan Zulkarnain adalah staf ahli Jaksa Agung. Dari keempat nama itu, Abraham Samad terpilih menjadi Ketua KPK yang baru.
Sejak awal, Bambang Widjojanto memang merupakan calon favorit para anggota DPR. Ia menempati peringkat teratas sebagai calon pimpinan KPK versi Panitia Seleksi (Pansel) Pimpinan KPK yang diketuai oleh mantan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar. Bambang dinilai sebagai calon pimpinan KPK yang paling konsisten. Ia mengantongi nilai tertinggi untuk setiap kriteria penilaian, baik dalam soal kepemimpinan, kompetensi, integritas, maupun independensi.
Berdasarkan penilaian Pansel, 4 calon peringkat teratas yang dianggap layak menjadi pimpinan KPK adalah Bambang Widjojanto, Yunus Hussein, Abdullah Hehamahua, dan Handoyo Sudrajat. Yunus Hussein adalah mantan Ketua Pusat Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK), Abdullah Hehamahua adalah Penasehat dan Ketua Komite Etik KPK, sedangkan Handoyo Sudrajat adalah Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK.
Ternyata hasil penilaian Pansel dan Komisi III DPR berbeda. Namun paling tidak, mereka sepakat pada satu nama: Bambang Widjojanto. Praktisi hukum ini dinilai DPR memiliki komitmen dan rekam jejak yang jelas dalam upaya pemberantasan korupsi. “Dia sejak awal menunjukkan prestasinya. Banyak juga dukungan masyarakat yang masuk untuknya,” kata anggota Komisi III Martin Hutabarat.
Bambang bahkan sudah mengantongi dukungan dari salah satu fraksi besar di parlemen, Golkar, sebelum uji kelayakan dan kepatutan dimulai. Anggota Komisi III dari Fraksi Golkar, Nudirman Munir, mengingatkan bahwa pada uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK terdahulu guna menggantikan Antasari Azhar –pimpinan KPK yang mundur sebelum waktunya karena tersandung perkara pidana-- Golkar memilih Bambang Widjojanto walau ia akhirnya kalah dari Busyro Muqoddas.
Tak heran Bambang terpilih apabila melihat rekam jejaknya. Sebagai akademisi, Bambang tercatat menjadi dosen di Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Ia juga menjabat sebagai Tim Penasehat Hukum KPK. Dia pula yang membela dan menjadi pengacara Bibit Samad Ryanto dan Chandra M. Hamzah saat kedua mantan pimpinan KPK itu tersandung kasus yang akhirnya ramai diberitakan sebagai cicak versus buaya beberapa waktu lalu.
Bambang juga tercatat menjadi Panitia Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi. Ia pun menjabat sebagai Dewan Etik di Indonesia Corruption Watch (ICW).
Kejutan, Yunus Terlempar
Ada satu hal yang cukup mengejutkan dalam pemilihan pimpinan KPK kali ini, yaitu terlemparnya mantan Ketua PPATK Yunus Hussein dari pimpinan KPK terpilih. Padahal, ia termasuk kandidat yang sejak awal juga dijagokan memimpin KPK. Selain Bambang, namanya ada di urutan kedua calon pimpinan KPK yang paling sering disebut-sebut para anggota DPR.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, Nudirman Munir, sempat mengatakan bahwa Yunus Hussein menjadi favorit anggota DPR karena sebagai mantan Ketua PPATK, ia memiliki pengetahuan banyak soal transaksi mencurigakan. Pengetahuan itu diyakini sangat penting dan akan sangat berguna untuk memimpin KPK ke depannya.
Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, Eva Kusuma Sundari, juga mengatakan bahwa sebagian fraksi di DPR mencari orang yang ahli dan tahu tentang transaksi elektronik. “Ini jelas Pak Yunus Hussein,” kata Eva. Namun, tak dinyana, Yunus justru terpental.
Padahal, Yunus pernah mengaku mendapat dukungan langsung dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun beberapa pihak menilai, justru dukungan itulah – baik secara langsung ataupun tidak – yang mungkin menjadi faktor penyebab gagalnya Yunus menjadi pimpinan KPK.
Abraham Samad, Ketua KPK Baru
Abraham Samad masih tergolong muda. Usianya baru 44 tahun. Namun pria kelahiran Makassar ini terpilih menjadi Ketua KPK yang baru untuk periode 2011-2016. Ia mengantongi 55 suara pada pemilihan tahap pertama, sama persis dengan suara yang dikantongi oleh pimpinan KPK lain, Bambang Widjojanto. Ini artinya, voting harus diteruskan ke putaran kedua.
Abraham Samad akhirnya menang dengan mengantongi 43 suara. Abraham, kelahiran 27 November 1966, menyelesaikan jenjang sarjana di Universitas Hasanuddin. Dia kemudian melanjutkan studi hingga doktor di universitas yang sama pada tahun 2010.
Abraham Samad memulai karirnya di bidang hukum sebagai pengacara. Dia juga aktif berkiprah di Lembaga Swadaya Masyarakat antikorupsi, Anti Corruption Committee (ACC) di Sulawesi Selatan. Dalam uji kelayakan dan kepatutan, aktivis antikorupsi Makassar ini ingin memprioritaskan penyidik yang berasal dari kalangan independen, bukan dari kepolisian atau kejaksaan. Tujuannya, agar KPK lebih kuat.
Samad berjanji akan memprioritaskan kasus korupsi kelas kakap, sementara kasus korupsi yang berskala kecil akan ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan, dengan pengawasan atau supervisi dari KPK. Menurutnya, hal itu diperlukan supaya KPK dapat bekerja optimal. “Karena selama ini KPK serampangan. Kasus-kasus kecil diambil, sedangkan kasus besar terbengkalai. Tidak ada road map, sehingga ada pandangan bahwa KPK serampangan dan tebang pilih,” kata Abraham.
No comments:
Post a Comment