Saturday, 24 December 2011

Bentrok Bima, Warga Protes Sejak 2 Tahun Lalu

Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengecam langkah polisi yang membubarkan paksa demonstrasi warga Bima yang berakhir dengan jatuhnya korban jiwa. Aksi ini menandai puncak konflik antara pemerintah, perusahaan dan korporasi bekerjasama melawan warga negara sepanjang 2011.

Para aktivis tersebut menganggap bentrok berdarah di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini sebagai tindakan kekerasan dan pembantaian yang dilakukan aparat TNI dan kepolisian.

"Pada 24 Desember 2011, mereka menembaki warga yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) saat melakukan aksi damai sejak empat hari lalu di pelabuhan Sape," kata Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Siti Maimunah dalam pernyataan sikap bersama, di kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Sabtu, 24 Desember 2011.

Menurut Siti, warga menolak hadirnya tambang emas PT Sumber Mineral Nusantara (SMN). Penolakan itu dilakukan dengan menggelar demonstrasi dan menyampaikannya pada aparat pemerinta setempat.


"Pemerintah justru mengerahkan pasukan Brimob beserta perlengkapan anti huru hara, yang justru menembaki mereka pagi tadi. 3 orang meninggal, dan 9 lainnya kritis," kata Siti.

Insiden itu, lanjut Siti, menandai puncak konflik antara pemerintah, perusahaan dan korporasi bekerjasama melawan warga negara sepanjang 2011. "Penolakan Warga Lambu, Kabupaten Bima terhadap PT SMN telah dilakukan dua tahun terakhir," katanya.

Siti menjelaskan, penolakan warga terhadap tambang emas SMN tersebut dikarenakan masyarakat khawatir keberadaan pertambangan itu akan membahayakan mata pencarian warga yang sebagian besar merupakan petani dan nelayan. 

"Tambang itu akan membongkar tanah dan mengganggu sumber air, tentunya akan menggangu pertanian warga. Apalagi perusahaan tak pernah melakukan sosialisasi sebelumnya kepada masyarakat," ujarnya.

Siti mengungkapkan, kekerasan oleh aparat bukan kali pertama sejak warga turun berdemonstrasi menolak perusahaan tambang tersebut. Menurut dia, akhir Januari 2011, sekitar 1500 orang mendatangi camat untuk melakukan penolakan. Sayangnya, tak mendapat tanggapan memuaskan. Bulan berikutnya, Februari 2011, ribuan warga kembali melakukan aksi long march sepanjang 2 kilometer ke kantor camat Lambu. 

Pemerintah justru mengerahkan 250 personil aparat Polres Kota Bima, 60 personil gabungan intel dan Bareskrim dan 60 personil Brimob Polda NTB. Pertemuan kembali tak ada hasil.

"Warga yang kecewa mendorong pintu kantor kecamatan Lambu,  justru dibalas gas air mata, peluru karet, bahkan diduga peluru tajam. Ratusan preman yang diorganisir aparat kecamatan memprovokasi warga. Bentrok tak bisa dihindari. Tak berhenti di situ. Polisi melakukan pengejaran dan menangkap lima orang warga dan ditahan di Mapolresta Kota Bima," ujar Siti.

LSM yang turut mengecam insiden di Bima itu, WALHI, JATAM,  AGRA, KPA, YLBHI, Repdem, Sawit Watch, Koalisi Anti Utang, HMI MPO, IGJ, Formada NTT/ JPIC OFM, LIMA, PMKRI, DPP IMM, LMND, Srikandi Demokrasi, KIARA, PWYP. 

Artikel Terkait Tentang :

No comments:

Post a Comment