Tersangka kasus suap proyek wisma atlet SEA Games yang kini jadi buronan Interpol, M Nazaruddin, ternyata pernah mengancam salah satu calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sutan Bagindo Fachmi.
Ditemui di sela-sela tes profile assessment di kantor Kementerian Hukum dan HAM, Selasa (2/8), Fachmi yang juga Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Barat mengaku diancam Nazaruddin. Ditengarai, ancaman itu datang karena dia menangani dugaan korupsi pengadaan tanah untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kabupaten Dharmasraya dengan tersangka mantan Bupati Dharmasraya Marlon Martua.
”Jadi Nazarudin ini kan pernah minta tolong saya. Saat itu dia terlibat kasus dugaan korupsi di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Sampai saya diancam-ancam, bahkan dia membawa-bawa nama Pak Anas Urbaningrum,” beber Fachmi.
Untuk meyakinkan wartawan, Fachmi pun menunjukkan pesan singkat dari mantan Bendahara Umum Demokrat itu. ”Ini ada SMS-nya. Dia menjual-jual nama Anas. Saya nggak mau,” lanjutnya.
Sedangkan isi SMS dari Nazaruddin ke Fachmi itu adalah; ”Pak saya baru ngomong sama Anas, beliau sepaham sama saya tolong dibantu pak.” Namun Fachmi mengaku lupa waktu kejadian tersebut. ”Itu sudah lama. Nah, kira-kira sebulan yang lalu saya nyatakan Bupati Dharmasraya, Marlon Martua sebagai DPO. Pak Nazar marah sekali,” ucapnya.
Dari penuturan Fachmi, diketahui bahwa kasus ini terkait pembangunan rumah sakit dengan nilai proyek Rp 50 miliar di kabupaten hasil pemekaran itu. Proyek tersebut bermasalah karena adanya penggelembungan harga tanah untuk lokasi RSUD. ”Untuk pembangunan rumah sakit, harga tanah Rp 300 juta jadi Rp 5 miliar. Kemudian untuk meratakan habis Rp 19 miliar dan untuk membangunnya Rp 30 miliar. Itu tak memakai tender. Tak pakai termin-termin lagi duitnya, jadi diambil saja,” tuturnya.
Dia juga menyebutkan, Marlon pernah jadi teman kecil Nazaruddin. ”Waktu proyek ini berjalan dia jadi bupatinya. Selama tiga Kajati tidak jalan-jalan. Giliran saya jalan, dia marah sama saya,” ungkapnya. Fachmi mengaku pernah meminta konfirmasi tentang isi SMS Nazaruddin itu ke Anas Urbaningrum. ”Saya tanya ke Anas isi SMS itu, tapi Anas membantahnya. Itu tidak benar. Itu bohong,” katanya.
Selain itu, Nazaruddin juga sempat mengancam akan memberhentikan Fachmi dari jabatannya sebagai Kajati. ”Kalau tidak mengikuti keinginan Nazaruddin, saya diancam diberhentikan dari Kajati. Terus saya dimaki-maki di telepon,” tandasnya.
Sebelumnya, Nazaruddin dari persembunyiannya mengatakan Bagindo Fachmi pernah menemui Anas Urbaningrum meminta restu menjadi ketua KPK. Untuk menggapai keinginannya ini, Fachmi menyuap Anas dengan nominal Rp 1 miliar. Namun hal itu dibantah Bagindo.
Selain mengusut kasus RSUD Dharmasraya, Kajati Sumbar pada 8 Juni lalu juga menahan Djufri, anggota Komisi II DPR, yang juga mantan Wali Kota Bukittinggi. Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk gedung DPRD Bukittinggi. Langkah Kejati ini sekaligus menjawab keraguan banyak pihak tentang ”keberanian” korps Adhyaksa itu memproses Djufri. Soalnya, Djufri bukan pejabat sembarangan. Dia adalah ketua Departemen Dalam Negeri DPP Partai Demokrat, yang juga mantan ketua DPD Partai Demokrat Sumbar.
Dinyatakan Buron
Sebagaimana diberitakan Padang Ekspres, mantan Bupati Dharmasraya Marlon Martua, tersangka kasus dugaan mark up harga tanah pembangunan RSUD Sungaidareh tahun 2009, ditetapkan Kejati Sumbar sebagai buronan dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
Keputusan itu diambil Bagindo Fachmi, setelah Marlon menghilang dan tidak pernah memenuhi setiap panggilan pemeriksaan yang dilayangkan Kejati. Pihak intel Kejati pun telah mencoba mencari ke rumahnya di Pekanbaru, tapi tersangka tidak ditemukan. Selain itu, sejak 24 Juni lalu, Kejati juga telah mengajukan cekal. Untuk menangkap Marlon, Kajati menyebutkan pihaknya bekerja sama dengan Polda Sumbar.
Nah, dalam penyidikan Kejati, ditemukan dokumen PT Duta Graha Indah (PT DGI) sebagai perusahaan yang mengerjakan pemasangan pancang dan proses pembukaan tanah (land clearing) seluas 5,1 hektare untuk pembangunan RSUD Sungaidareh. Perusahaan yang diduga terkait dengan Nazaruddin itu, diduga mendapat proyek pembangunan RSUD Sungaidareh senilai Rp 19 miliar.
Kajati menjelaskan, dokumen PT DGI itu menjadi bahan penyelidikan Kejati Sumbar. Ia menduga, bisa saja ada hubungan antara Nazaruddin dengan proyek pembangunan RSUD Sungaidareh itu. Kajati pun tak menampik, bukti dokumen itu nanti bisa menjadi bukti baru pengembangan kasus yang dilakukan terhadap Marlon. Kendati demikian, penyidikannya tetap akan dipisahkan dari kasus Marlon. Untuk itu, Kajati Sumbar berjanji akan secepatnya menangkap Marlon Martua.
”Jika Marlon sudah tertangkap, paling lama 1 bulan kasus tersebut sudah bisa dilimpahkan ke pengadilan. Jadi, kasus ini hanya menunggu Marlon saja,” ujarnya. Kajati juga berjanji akan melacak keberadaan harta Marlon.
Para Menteri Bungkam
Sementara itu, terkait keberadaan Nazaruddin, hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Para menteri yang diminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sepertinya kompak untuk bungkam bila ditanyakan mengenai pengejaran terhadap mantan bendahara Demokrat tersebut.
”Saya tidak bisa komentar. Nanti kalau sudah ada perkembangan, pasti kita kabari. Sementara no comment, kita tetap bekerja,” kata Menkum HAM Patrialis Akbar pada wartawan di Istana Negara, Selasa (2/8). Patrialis yang biasanya berkenan memberikan up date informasi posisi Nazaruddin, kini pun memilih bungkam. Berkali-kali Patrialis mengatakan no comment dan melimpahkan seluruh pertanyaan untuk dijawab Kapolri saja.
Hal sama juga dilakukan Menkopolhukam Djoko Suyanto. Djoko menolak memberikan keterangan apa pun berkaitan dengan Nazaruddin. ”Semuanya di Kapolri saja. Kalau sudah info pasti baru nanti saya bicara,” katanya.
Menkoinfo Tifatul Sembiring juga bersikap sama, menolak mengatakan up date terkini dari tim untuk melacak Nazaruddin. Apakah semua informasi terkait upaya pemulangan Nazaruddin kini memang satu pintu di Kapolri? ”Iya, semua di Kapolri. Saya tidak bisa komentar. Ini bulan puasa, harus jaga mulut dan amanah,” katanya. Namun saat wartawan menanyakan pengejaran Nazaruddin kepada Kapolri, Timur Pradopo justru bersikap yang tak jauh berbeda pula dengan para menteri terkait.
Rumah Nazaruddin Digeledah
Sementara itu, KPK tampaknya mulai kesal dengan ”nyanyian” M Nazaruddin yang tidak disertai bukti. Apalagi, ocehan tersangka kasus wisma atlet SEA Games 2011 itu juga menyinggung internal KPK. Tidak mau polemik terus berlanjut, kemarin (2/8), KPK menggeledah rumah mantan bendahara umum Partai Demokrat itu.
Rumah yang dituju oleh empat mobil KPK itu adalah rumah mewah di Jalan Pejaten Barat No 7 Jakarta Selatan. Penyidik KPK yang terdiri sekitar 12 orang itu sampai di rumah Nazaruddin pukul 11.00. Mereka ditemani Brimob dari Datasemen Gegana Mabes Polri Bripka Ifoel dan seorang anggota pertahanan sipil (hansip) setempat M Ali.
Begitu sampai, Bripka Ifoel meminta satpam rumah membuka pagar hunian yang dominan berwarna putih itu. Setelah semua masuk, dia langsung menutup pintu dan memasang gembok kembali. Tidak satu pun awak media yang diizinkan masuk. ”Ini tertutup,” ujar Ifoel singkat. Setelah itu, keempat mobil tersebut diparkir di halaman rumah. Tiga mobil kelas multi purpose vehicle (MPV) tersebut diletakkan tepat di depan pintu masuk. Sementara satu mobil dengan pelat nomor B 1901 UFR diletakkan di samping halaman yang juga jadi lapangan basket mini.
Kurang lebih sekitar 3 jam 30 menit penyidik melakukan penggeledahan. Pantauan JPNN, penyidik membopong sebuah kardus berwarna cokelat. Kardus tersebut lantas dimasukkan ke dalam mobil bernopol B 1145 SKA. Sekitar pukul 14.40 seluruh rombongan mulai meninggalkan rumah tersebut.
Kali pertama yang keluar adalah M Ali. Dia mengaku dilibatkan dalam penggeledahan itu sebagai saksi. Selama pemeriksaan, dia menjelaskan jika instansi pimpinan Busyro Muqaddas itu menyisir semua isi ruangan rumah yang memiliki luas sekitar 35 x 50 meter itu. Saat meninggalkan rumah, tidak seorang pun penyidik yang mau memberikan komentar.
Di bagian lain juru bicara KPK Johan Budi mengatakan bahwa penggeledahan tersebut untuk melengkapi keperluan penyidikan. Tetapi, Johan enggan menerangkan lebih rinci apakah penggeledahan tersebut untuk keperluan kasus wisma atlet yang sudah menyeret Nazaruddin sebagai tersangka atau untuk keperluan mencari rekaman pertemuan antara Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah dan Nazaruddin yang disebut-sebut terekam dalam CCTV. ”Pokonya kami ingin mencari bukti-bukti lain,” ujarnya singkat.
Terpisah, Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein saat ditemui dalam acara buka puasa bersama di gedung Komisi Yudisial (KY) mengatakan bahwa dari hasil laporan yang dikumpulkan PPATK, transaksi perbankan yang berkaitan Nazaruddin kembali meningkat. ”Sekarang jadi 150 transaksi. Terus naik,” kata Yunus.
Sementara itu, Mabes Polri masih terus mendalami kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Nazaruddin kepada Anas Urbaningrum. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam menuturkan, hari ini (3/8) pihaknya akan memeriksa tiga saksi terkait laporan tersebut. Namun, mantan Kapolda Jatim itu enggan menuturkan siapa saja pihak-pihak yang akan dimintai keterangan tersebut.
No comments:
Post a Comment