Wednesday 3 October 2012

Ketua MK: Upaya Melemahkan KPK Sudah Sejak Dulu


Upaya untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah sering dilakukan sejumlah pihak. Bahkan, upaya pelemahan itu sudah dilakukan sejak lama dengan cara yang sistematis dan berkelanjutan.

Hal itu diungkapkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD. Menurutnya, sampai saat ini tidak ada yang pernah berani mengatakan secara langsung melemahkan KPK.

"Tapi perilakunya terlihat sebagai langkah nyata untuk melemahkan itu ada, banyak," kata Mahfud di Gedung MK, Jakarta, Rabu 3 Oktober 2012.

Indikasi adanya perilaku untuk melemahkan KPK, ujar Mahfud, dapat dilihat dari tiga cara. Pertama, meminjam tangan MK untuk mengerdilkan KPK. Caranya, meminta MK untuk mengujimaterikan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Sampai hari ini sudah ada 14 kali uji materi terhadap UU KPK yang diminta untuk dibatalkan. Karena UU itu dinilai inkonstitusional oleh para pemohon.

"Tapi MK selama 14 kali itu juga menyatakan KPK sah, konstitusional dan harus didukung," Mahfud menegaskan.

Modus kedua, lanjut Mahfud, dengan cara mempermasalahkan legitimasi pimpinan KPK. Di dalam UU KPK itu sendiri disebutkan, KPK dipimpin oleh lima orang secara kolektif kolegial. Namun, kepimpinan itu dibonsaikan.

Cara membonsaikannya, Mahfud menjelaskan, yaitu begitu mantan Ketua KPK, Antashari Azhar ditahan, DPR lewat Komisi III saat itu menyatakan bahwa KPK sudah tidak punya legitimasi lagi karena kolektif kolegialnya habis.

"Sebab, menurut UU, kalau pimpinan ditahan maka harus diberhentikan. Lalu saya bersama LBH mengingatkan, bahwa tiga orang pimpinan saja masih bisa kolektif kolegial," ujar Mahfud.

Lalu, saat Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah (pimpinan KPK saat itu) jadi tersangka yang kemudian dinilai kolektif kolegial di KPK bisa habis.

"Nah saya selamatkan kedua orang itu. Karena mereka yang menyandang status tersangka tidak boleh diberhentikan sampai proses peradilannya selesai. DPR minta dikurangi kuorumnya," kata Mahfud lagi.

Langkah terakhir untuk menghabisi KPK, Mahfud meneruskan, secara konstitusional dengan merevisi UU KPK. "Itu cara terakhirnya," ujar dia.

Oleh karena itu, Mahfud melihat, sudah sejak lama upaya melemahkan KPK dilakukan. Bahkan, jika melihat alur perjalanannya upaya itu, kata Mahfud, dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.

Padahal, dulu KPK dibentuk karena kebutuhan untuk memberantas korupsi yang kian lama kian menjamur di negeri ini. Artinya, selama para "maling kerah putih" itu masih terus tumbuh sumbur, keberadaan KPK masih akan terus dibutuhkan.

Apalagi, kata Mahfud, kinerja KPK sampai saat ini sudah terbukti efektif jika dilihat dari produktivitas dan kapasitasnya. Setiap tahunnya, sebanyak 25 perkara korupsi ditangani KPK. Sementara laporan korupsi yang masuk ke KPK mencapai 16.000 perkara. "Nah itu kan sudah bagus," kata Mahfud.



Artikel Terkait Tentang :

No comments:

Post a Comment