Bersamaan dengan Hari Kebebasan Internasional 3 Mei, jurnalis
Surabaya menggelar aksi di Monumen Perjuangan Polri di perempatan Jalan
Raya Darmo-Jalan dr Soetomo, Surabaya, Jawa Timur. Puluhan pekerja media
yang tergabung wadah Solidaritas Jurnalis Surabaya itu mengekspresikan
keprihatinan terkait mandeknya penuntasan hukum berbagai peristiwa yang
menimpa wartawan, termasuk sejumlah kasus pembunuhan.
Secara
bergantian, mereka melakukan orasi menuntut kejelasan penanganan
kasus-kasus itu. Mereka juga mengecam pemberangusan serikat pekerja
pers.
"Pasca kebebasan pers tahun 1999, jumlah kekerasan termasuk
pembunuhan terhadap wartawan di Indonesia terus meningkat. Ada delapan
kasus pembunuhan, hanya dua di antaranya terjadi di masa Orde Baru,"
kata Koordinator Aksi, Yovinus Guntur, Kamis 3 Mei 2012.
Kasus
pertama atas Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin, wartawan Harian
Bernas Yogyakarta. Dia dianiaya pada 13 Agustus 1996 dan meninggal
beberapa hari kemudian.
"Lainnya, ada Naimullah, jurnalis Sinar
Pagi, Agus dari Asia Pers, Muhammad Jamaluddi dari TVRI, Ersa Siregar
dari RCTI, Herliyanto Tabloid Delta Pos Sidoarjo, dan Alfred Mirulewan
dari Tabloid Pelangi," kata Yovinus. Namun, menurut Guntur, seluruh
kasus tersebut tidak pernah tuntas proses hukumnya.
Dan, untuk
menggambarkan keprihatinan, massa jurnalis menggelar teatrikal kematian
wartawan akibat tindakan kekerasan. Dilanjutkan dengan menabur bunga di
sekitar jenazah yang tergeletak.
Terkait itu, kepolisian diminta
kembali mengusut sejumlah peristiwa termasuk pembunuhan terhadap
pekerja media, utamanya Udin. Karena, jika lewat Agustus 2014 kasus itu
dinyatakan kadaluwarsa.
Selanjutnya, Jurnalis Surabaya juga
melontarkan kritik dan menolak union busting (pemberangusan serikat
pekerja pers), yang dilakukan pemilik media. Dan, mendesak perusahaan
media untuk meningkatkan kesejahteraan jurnalis, dan memenuhi hak
normatif pekerja pers.
"Kami juga seruhkan semua jurnalis tetap
bersikap kritis, dan terus berkarya berlandaskan UU Pers Nomor 40 tahun
1999," pungkasnya.
Meski tidak berimbas macet, aksi yang
dilakukan wartawan itu sempat menjadi perhatian para pengguna jalan.
Karena dilakukan tertib, petugas polisi pun tidak merasa kewalahan.
2011, 96 Kasus Kekerasan
Di Bandung, puluhan
Jurnalis yang tergabung Aliansi Jurnalis Independen melakukan aksi unjuk
rasa di depan Gedung Sate, Jalan Dipenogoro, Bandung. Dalam aksinya
tersebut para Jurnalis menuntut kepada pemerintah agar segera
menyelesaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis, yang selama ini seperti
dibiarkan begitu saja.
Menurut Sekretaris Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) kota Bandung Adi Marsiela, pihaknya tidak akan pernah
lelah untuk terus mempertanyakan tentang kasus kekerasan terhadap
jurnalis yang sampai saat itu belum terselesaikan.
"Di hari
kebebasan pers internasional ini kami akan terus berjuang menuntut
kepada pemerintah agar segera menuntaskan kasus kekerasan terhadap
jurnalis," katanya saat ditemui di sela-sela aksi unjuk rasa.
Dia
juga menyoroti tentang masih banyak para jurnalis di Indonesia bekerja
di bawah ancaman. "Berdasarkan data LBH pers Jakarta, sepanjang tahun
2011 terjadi 96 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Jumlah tersebut belum
termasuk tindak kekerasan yang tidak dilaporkan," katanya.
Dalam
kesempatan tersebut Adi menyebutkan berbagai kasus kekerasan terhadap
jurnalis yang sampai saat ini belum terungkap. "Sebut saja kasus
pembunuhan Harian Bernas Yokyakarta, Udin, sampai saat ini belum
terungkap jelas. Hal yang sama terjadi dalam kasus pembunuhan wartawan
Sun TV Maluku, Ridwan Salamun," katanya.
No comments:
Post a Comment