Friday 7 October 2011

PENARI STRIPTIS DI KOTA PADANG ''SIAPA YANG SALAH''

Sejumlah ormas Islam mengadakan pertemuan dengan tokoh dari etnis Tionghoa yang tinggal di kawasan Pondok, Selasa (4/10) kemarin. Ormas Islam itu meminta semua pihak sama-sama menjaga tindak-tanduk masyarakat yang mencoreng nilai-nilai adat Minangkabu yang dikenal islami.

Ormas Islam itu antara lain Front Masyarakat Pembela Islam (FMPI) Sumbar, Komite Penegak Syariat Islam (KPSI) Sumbar, dan Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau (MTKAAM) Sumbar.
Islamiyah Indonesia Perwakilan Sumbar di Jalan Srigunting Nomor 2 Airtawar itu membahas kasus penari telanjang (striptis) di Fellas Kafe dan Resto Jalan Hayam Wuruk pekan lalu. Hal itu dilakukan, karena dikhawatirkan masih ada praktik-praktik penari telanjang di tempat-tempat hiburan lainnya di Padang.

Hadir dalam pertemuan itu Ketua Himpunan Tjinta Teman (HTT), Feryanto Gani, Albert Indra Lukman, serta tokoh Tionghoa lainnya, Ketua Umum FMPI Sumbar Amri Mansyur, Sekjen FMPI Sumbar Guswardi, Ketua KPSI Sumbar Irfianda Abidin, Dewan Syuro MTKAAM Adzwir Dt Rajo Malano, dan Ketua Dewan Dakwah Sumbar Buya Rusdi.


Ketua Dewan Dakwah Sumbar Buya Rusdi mengecam pengusaha tempat hiburan yang menyediakan penari telanjang di daerah yang menjunjung tinggi Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Tindakan tersebut mencoreng wajah para ulama,  cadiak pandai, bundo kandung  serta tokoh masyarakat Minangkabu.

Dia meminta seluruh umat beragama di Padang agar saling menghargai. Selain itu, Pemko juga diharapkan jangan ada kesepakatan-kesepatakan haram dengan pengusaha kafe yang menyediakan fasilitas hiburan.

Irfianda Abidin menegaskan, diskusi dengan tokoh lintas agama tersebut, dilakukan untuk mewujudkan kehidupan beragama yang ada aman dan damai. Melalui pertemuan itu, disepakati Pemko menindak tegas penertiban lokasi-lokasi hiburan yang diduga menyediakan praktik asusila.
“Kita harapkan setelah pertemuan ini, setiap pemilik kafe atau tempat hiburan menjalankan usahanya sesuai izin usahanya masing-masing,” ungkap Irfianda Abidin.

Ketua HTT Feriyanto Gani mendukung keinginan menertibkan kafe-kafe yang menyediakan fasilitas hiburan. Pihaknya juga bersedia membantu jika dibutuhkan untuk penertiban.

Dia juga mengutarakan keinginannya untuk mengundang FMPI serta Dewan Dakwah Sumbar bersilaturahmi sekaligus membahas langkah penertiban kafe-kafe yang menyediakan tempat hiburan terlarang di kawasan Pondok.

Feriyanto juga berharap aparat kepolisian mengusut kaburnya dua penari telanjang yang telah sempat diamankan Pol PP Padang. “Semoga bisa diusut tuntas,” katanya.


Penangkapan dua penari striptis, NA, 21 dan SS, 21 di Fellas Cafe and Resto di Jalan Hayam Wuruk oleh Pol PP Kota Padang Senin (26/9) malam lalu, berbuntut panjang. Aparat Reskrim Polresta Padang kini memburu dua wanita itu, karena diduga telah melanggar Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Sedangkan beberapa petugas Pol PP yang ikut saat penggerebekan, diperiksa oleh polisi. Namun, Waka Polresta Padang, AKBP Wisnu Handoko tidak merinci berapa orang yang diperiksa itu. ”Yang jelas, seluruh personil Pol PP yang menggerebek akan kita periksa sebagai saksi,” kataWisnu Handoko, kemarin.

Pihaknya, kata Wisnu juga akan meminta keterangan pengelola Fellas Resto and Cafe beserta karyawanya dalam waktu dekat terkait penggerebekan.

Wisnu mengakui, sebelumnya kasus ini ditangani Pol PP. Namun, karena dilepaskan dan tidak diproses secara hukum, maka Polresta meminta kasus diserahkan kepada mereka. ”Kita terpaksa jemput bola, karena Pol PP telah melepaskan kedua penari striptis itu setelah satu hari diamankan di Pol PP,” ujarnya. Kedua penari striptis itu, dianggap melanggar UU Pornografi,” kata Wisnu.

Saat ini, lanjutnya, polisi masih memburu kedua penari striptis itu berkoordinasi dengan Pol PP Padang. ”Kita belum mengetahui keberadaan pelaku, apakah di kampungnya atau tidak,” jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, Senin (26/9) sekitar pukul 21.45 WIB, aparat Pol PP Padang menggerebek dan mengamankan dua penari striptis di Fellas Resto and Cafe. Saat digerebek, keduanya tidak berpakaian dan digiring ke Mako Pol PP. Namun, pria yang membawa penari striptis tidak berhasil ditangkap. Keesokan harinya, dua wanita penari itu dilepas hingga membuat marah masyarakat dan ormas Islam di Sumbar karena tidak ditindak.

Pengamat Hukum Pidana Universitas Ekasakti Padang, Adhi Wibowo menilai Pol PP lalai karena tidak berkoordinasi dengan polisi. Akibatnya polisi menjadi lamban menindaklanjuti kasus tersebut. ”Seharusnya, Pol PP memberitahu polisi meski hanya lewat HP, sehingga kasusnya cepat tuntas,” tandas Dekan Fakultas Hukum Unes, itu.

Jangan Akomodir Izin
Sementara itu, DPRD Padang dan Kantor Pelayanan Pusat Perizinan Terpadu (KP2T), Pol PP dan Dinas Pariwisata Padang sore kemarin sepakat tidak lagi menyetujui permohonan perizinan operasional kembali Fellas Cafe and Resto. Tempat hiburan malam itu dinilai telah menyalahgunakan perizinan yang telah diberikan.

”Kami berharap sanksi tegas ini, memberi efek jera terhadap pengusaha hiburan dalam mengelola usaha miliknya. Sikap Pemko menyegel Fellas Cafe and Resto sudah tepat,” ujar anggota Komisi I DPRD Padang Idra, kemarin.

Kepala KP2T Padang Muji Susilowati menyatakan, saat ini hanya ada delapan izin usaha hiburan yakni Kimos, Tee Box, Happy Family, Grande, Juliet, Millenium dan Golden. Hanya boleh beroperasi pukul 20.00 sampai 24.00. ”Bagi yang melanggar aturan itu, dicabut izin usahanya,” kata dia.


Hari  ini, DPRD Padang memanggil Dinas Pariwisata, Kantor Pelayanan Pusat Perizinan Terpadu (KP2T) dan Satpol PP terkait  ditemukannya penari telanjang (striptis) di Fellas Cafe and  Resto. Pemanggilan  ini untuk mempertanyakan terkait lemahnya pengawasan tiga SKPD itu terhadap terhadap  izin yang telah dikeluarkan.
“Rencananya, Senin (3/ 10), kami rapat kerja dengan Dinas Pariwisata, KP2T serta Satpol PP. Pemanggilan ini kami lakukan untuk meminta informasi lebih rinci terjadi kasus yang menghebohkan di Fellas Cafe and Resto, Senin (26/9) lalu. Kami akan mempertanyakan sejauh mana pengawasan dari ketiga instansi itu terhadap perizinan tempat hiburan,” ujar Ketua Komisi I Jumadi kepada Padang Ekspres, Jumat(30/9). 

Dia menyebutkan, tindakan Pemko untuk mencabut izin usaha dari Fellas Cafe and Resto sudah tepat. Pencabutan izin usaha diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap pelaku usaha yang melakukan praktik yang serupa dengan Fellas Cafe and Resto. Ke depan, Pemko harus rutin melakukan pengawasan terhadap izin yang telah dikeluarkan.

“Kejadian ini tentunya membuka mata kita semua dan ini harus jadi pembelajaran. Kita akan meminta penjelasan dan pertanggungjawaban mereka (tiga instansi terkait) terhadap peristiwa ini.

Jika koordinasi dari tiga lintas SKPD ini baik, tentu tidak akan terjadi peristiwa ini,” ucapnya.
Anggota Komisi I lainnya, Osman Ayyub menambahkan, DPRD meminta Pemko membawa data lengkap terkait perizinan tempat hiburan. Dengan begitu, DPRD dapat melakukan pengawasan terhadap proses perizinan tersebut. “Sejauh ini, tidak ada pengawasan rutin. Padahal, tempat hiburan hanya boleh buka sampai pukul 00.00. Kenyataannya, banyak tempat hiburan yang buka di atas jam itu tidak ditindak,” katanya.

Politisi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) ini menilai Pemko masih tebang pilih dalam penegakan aturan. “Hanya orang tertentu saja,” imbuhnya.
Menanggapi itu, Kepala Kantor Pelayanan Pusat Perizinan Terpadu (KP2T) Padang, Muji Susilowati mengklaim tetap melakukan pengawasan. “Memang kami akui masih ada tempat hiburan yang tak mematuhi aturan. Tapi memang tak semuanya yang bisa kami pantau. Jika masyarakat menemukan hal tersebut, tolong berikan  informasi ke kami,” ucapnya.

Kepala Kantor Pol PP Padang, Yadrison juga membantah tebang pilih dalam menegakkan aturan. “Sudah banyak pelanggar perda yang kami tindak, karena telah menyalahi ketentuan yang ada,” tukasnya.

Desakan agar Pemko Padang membekukan izin hiburan malam terus bergulir dari anggota DPRD Padang. Hal ini dilakukan untuk menekan dampak negatif dari aktivitas hiburan malam yang semakin merusak akhlak generasi muda di Padang.  

Dari sisi kontribusi, hanya Rp 400 juta setahun yang masuk ke kas daerah. Sementara, dampak yang ditimbulkannya jauh lebih besar dari potensi yang didapatkan dari sektor tersebut. Wali Kota Padang Fauzi Bahar berjanji meninjau ulang pemberian izin tempat hiburan malam yang telah dikeluarkan Pemko.

“Sejak awal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah menolak Perda Pajak Hiburan karena mudaratnya lebih banyak dibanding manfaatnya. Jika dihitung potensi pajak hiburan setiap tahunnya bagi PAD kurang dari Rp 1 miliar, sedangkan khusus tempat hiburan malam hanya Rp 400 juta. Angka ini kan kecil sekali, sementara dampaknya luar biasa merusak akhlak generasi muda kita. Saya sangat mendukung izin seluruh tempat hiburan malam dibekukan saja,” ujar anggota Komisi II DPRD Padang Muharlion kepada Padang Ekspres, kemarin ( 29/9).

Fakta di lapangan, banyak generasi muda yang memanfaatkan sarana hiburan tersebut untuk berhura-hura. Terungkapnya penari telanjang alias striptis di Fellas Cafe and Resto, seyogianya pemerintah meninjau ulang penarikan pajak dari objek tersebut. “Kalau kita sepakat, saya rasa bukan hal yang mustahil izin usaha kepariwisataan tempat hiburan malam itu kita tutup saja. Untuk apa kita mengharapkan pendapatan dari kegiatan seperti itu. Kita tentu juga berkewajiban untuk melindungi generasi muda dari pengaruh buruk seperti itu,” ucapnya.

Anggota Komisi II lainnya, Z Panji Alam juga mendesak Wali Kota Padang Fauzi Bahar membekukan izin kepariwisataan hiburan malam di Padang. Pemko telah mengeluarkan kebijakan yang banci. Pada satu sisi komitmen mewujudkan kota aman, sejahtera dan religius, pada sisi lain justru membolehkan aktivitas kemaksiatan di Padang.

“Untuk apa spanduk besar-besar bebas maksiat dipasang, jika izin usaha tempat hiburan malam tetap juga diakomodir. Itu kan banci namanya. Pemko harus punya sikap, apakah tidak menerima sama sekali permohonan izin tempat hiburan malam atau tetap memungutnya,” ucapnya.

Mantan ketua DPD Partai Golkar Padang itu mengatakan, setiap tahunnya Pemko mengalokasikan anggaran sebesar Rp 2 miliar untuk Pesantren Ramadhan. Dengan potensi penerimaan dari pajak hiburan malam yang hanya Rp 400 juta setahun, tak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk memperbaiki akhlak generasi muda setiap tahunnya.  

“Sayangkan kita buang uang Rp 2 miliar setiap tahunnya, tapi tak ada pengaruhnya terhadap perkembangan dan  pembentukan karakter generasi muda Padang yang santun dan islami. Saya yakin Wako pasti akan membekukan tempat hiburan malam itu.  Secara pribadi saya setuju seluruh izin tempat  hiburan malam dibekukan saja,” pungkasnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKA) Padang Syahrul menuturkan, jika DPRD ingin membekukan izin kepariwisataan tempat hiburan, harus ada pengklasifikasiannya. “Kalau memang DPRD inginnya begitu, tentu harus ada klasifikasinya dan tak bisa dipukul rata. Kalau kami kan hanya pelaksana saja,” jelasnya.

Sementara itu, Wali Kota Padang Fauzi Bahar berjanji meninjau ulang pemberian izin tempat hiburan malam yang telah dikeluarkan Pemko saat ini.  “Saya rasa keberadaan izin tempat hiburan malam perlu ditinjau ulang. Nanti terjadi tsunami gara-gara maksiat tersebut,” katanya.




Artikel Terkait Tentang :

No comments:

Post a Comment