Sunday, 20 September 2015

Saksi dan Bukti Transfer Uang Dalam Perjanjian Utang Piutang

PERTANYAAN : Assalammualaikum. Suatu hari saya ditagih utang oleh seseorang. Namun, saya tidak mau membayarnya dengan alasan saya merasa tidak memiliki utang kepada orang tersebut. Namun, si penagih utang menunjuk satu orang saksi dan memperlihatkan buku rekening yang diklaim sebagai tanda bukti bahwa penagih utang pernah mengambil sejumlah uang dan memberikannya kepada saya sebagai utang. Apakah persoalan seperti ini bisa diperkarakan di pengadilan karena saya tidak mau membayar utang karena cuma ada 1 saksi dan rekening bank. Terima kasih atas jawabannya.

JAWABAN : Salam sejahtera,
 
Berdasarkan uraian pertanyaan Anda, kami kurang jelas apakah perjanjian utang piutang antara Anda dengan orang tersebut berbentuk perjanjian tertulis atau hanya perjanjian lisan. Melihat pada keadaan bahwa Anda tidak mau membayar utang dengan alasan tidak memiliki utang dan orang tersebut menunjukan bukti bahwa Anda mempunyai utang terhadapnya dengan saksi dan buku rekening, kami berasumsi bahwa tidak ada perjanjian utang piutang secara tertulis antara Anda dan orang tersebut.

 
Pada dasarnya, tidak ada kewajiban untuk merumuskan suatu perjanjian utang piutang dalam sebuah perjanjian tertulis. Perjanjian utang piutang adalah salah satu bentuk perjanjian, yang mana syarat sahnya perjanjian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) adalah sebagai berikut:
 
1.     kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2.     kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.     suatu pokok persoalan tertentu;
4.     suatu sebab yang tidak terlarang.
 
Melihat pada ketentuan di atas, terlihat bahwa tertulis atau tidaknya suatu perjanjian tidak menjadi syarat supaya perjanjian tersebut sah dan mengikat kedua belah pihak. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 1338 KUHPer, selama perjanjian utang piutang Anda dan orang tersebut memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 1320 KUHPer, maka perjanjian tersebut mengikat kedua pihak dan berlaku sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak.
 
Pasal 1338 KUHPer
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
 
Karena ada perjanjian antara Anda dan orang tersebut, maka apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka pihak yang lain dapat menggugat pihak tersebut secara perdata atas dasar wanprestasi. Orang tersebut dapat menggugat Anda setelah terlebih dahulu memberikansomasi kepada Anda untuk melaksanakan kewajiban Anda. Dalam hal ini apabila Anda tetap tidak mau memenuhi kewajiban Anda, maka orang tersebut dapat menggugat Anda secara perdata ke pengadilan.
 
Jadi Anda dapat diperkarakan secara perdata karena Anda tidak mau melaksanakan kewajiban Anda membayar utang Anda (wanprestasi), terlepas dari apakah Anda tidak mau membayar karena hanya ada 1 saksi dan bukti rekening bank atau karena hal lain.
 
Saksi dan rekening bank nantinya akan digunakan sebagai alat bukti untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan utang piutang antara Anda dan orang tersebut.
 
Alat-alat bukti dalam perkara perdata, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1866 KUHPer dan Pasal 164 Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR) / Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (RIB) (“HIR”), terdiri atas:
1.    bukti tertulis;
2.    bukti saksi;
3.    persangkaan;
4.    pengakuan;
5.    sumpah.
 
Mengenai bukti buku rekening sebagai alat bukti tertulis, akan lebih memberikan keterangan yang jelas mengenai peristiwa yang sebenarnya apabila yang dijadikan bukti adalah bukti transfer uang (bukan buku rekeningnya). Karena dalam bukti transfer tertera jumlah uang serta nomor rekening tujuan transfer.
 
Sebagaimana pernah diulas dalam artikel yang berjudul Pembuktian transaksi elektronik, adapun kertas atau struk bukti transaksi yang dicetak oleh mesin ATM juga merupakan alat bukti hukum yang sah berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).
 
Pasal 5 ayat (1) UU ITE
Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.”
 
Mengenai bukti saksi, Anda dapat membaca lebih lanjut dalam artikel yang berjudul Fungsi Saksi Dalam Pembuktian Perjanjian Bawah Tangan.
 
M. Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata, mengatakan bahwa tidak selamanya sengketa perdata dapat dibuktikan dengan alat bukti tulisan atau akta. Dalam kenyataannya bisa terjadi:
1.    sama sekali penggugat tidak memiliki alat bukti tulisan untuk membuktikan dalil gugatan, atau
2.    alat bukti tertulis yang ada, tidak mencukupi batas minimal pembuktian karena alat bukti tulisan yang ada, hanya berkualitas sebagai permulaan pembuktian tulisan.
 
Dalam hal-hal di atas tersebut, jalan keluar yang dapat ditempuh penggugat untuk membuktikan dalil gugatannya ialah dengan jalan menghadirkan saksi-saksi yang kebetulan melihat, mengalami, atau mendengar sendiri kejadian yang diperkarakan.
 
Mengenai bagaimana nanti keputusan hakim akan perkara Anda, semua tergantung dari bukti-bukti yang diberikan oleh orang tersebut. Apakah bukti-bukti yang diberikan bisa membuktikan bahwa memang ada hubungan perjanjian utang piutang antara Anda dengan orang tersebut.
 
Sebagai referensi, Anda juga dapat membaca artikel yang berjudul Hutang Piutang.
 
Dasar Hukum:


Artikel Terkait Tentang :

No comments:

Post a Comment