Dari hasil investigasi dan pencarian informasi yang saya lakukan selama ini, maka didapat kesimpulan bahwa :
1. Hutang kartu kredit dan KTA bersifat tidak mengikat para pemegangnya
dan tidak ada Undang-undangnya, tidak diwariskan, tidak dapat
dipindahtangankan (artinya tidak bisa ditagihkan kepada orang lain),
tidak boleh menyita barang apapun dari anda, surat hutang tidak boleh
diserahkan kepada pihak lain atau diperjualbelikan, dsb.
2. Ada klausul yang disembunyikan oleh pihak penerbit kartu kredit bahwa
jika pemegang kartu kredit sudah tidak mampu membayar maka hutang akan
ditanggung penuh oleh pihak asuransi kartu kredit visa master. bahkan
untuk beberapa bank asing tanggungan penuh asuransi itu mencapai limit
500 juta.
3. Adalah oknum bank bagian kartu kredit yang menyerahkan atau bahkan
melelang tagihan hutang kartu kredit macet itu ke pihak ketiga atau debt
collector untuk ditagihkan kepada pemegang kartu kredit yang macet.
Dari informasi yang didapat dari para mantan orang kartu kredit bank
swasta dan asing, maka sebenarnya uang itu tidaklah disetorkan ke bank
karena memang hutang itu sudah dianggap lunas oleh asuransi tadi. Jadi
uang yang ditarik dari klien pemegang kartu kredit yang macet itu dibagi
dua oleh para oknum bank dan debt collector. Jadi selama ini rakyat
dihisap oleh praktek bisnis ilegal seperti ini yang memanfaatkan
ketidaktahuan nasabah dan penyembunyian klausul penggantian asuransi
hutang kartu kredit.
4. Surat kwitansi cicilan hutang dari klien ke pihak debt collector pun
banyak yang bodong alias buatan sndiri dan bahkan surat lunas pun dibuat
sendiri dengan mengatasnamakan bank.
5. Bahkan dijakarta dan cimahi, saya menemukan kasus dimana ada 1 orang
(Cimahi) telah melunasi hutangnya. 5 tahun lalu sebesar 10 juta kepada
pihak kartu kredit BNI 46. Namun bulan agustus 2009, dia didatangi oleh
debt collector dan memaksa meminta surat lunas dari bank tersebut.
Kemudian bulan september 2009, dia didatangi lagi oleh pihak debt
collector yang membawa surat tagihan sebesar 10 juta! Dua kali lipatnya.
Akhirnya dia terpaksa membayar karena mengalami kekerasan dan tindak
pidana serta ketakutan. Dari info yang saya dapat, kemungkinan ada
permainan antara orang IT bank penerbit kartu kredit dan pihak debt
collector untuk memanfaatkan kebodohan masyarakat. Kasus kedua dialami
oleh teman saya sendiri dijakarta. Pada tahun 2005 dia sudah melunasi
hutang sebesar 3 juta ke kartu kredit mandiri di tahun 2007. Lalu dia
tidak memperpanjang kartunya lagi alias berhenti menggunakan kartu
tersebut. Sehingga otomtatis dia tidak menerima kartu perpanjangan dan
surat tagihan lagi. Namun tahun 2009 dia menerima tagihan lagi dan di
datangi oleh debt collector mandiri dengan tagihan sebesar 6 juta! Dua
kali lipat. Padahal tahun 2007 sudah dilunasi. Aneh memang. Apakah trend
semacam ini sudah menjadi cara yang biasa dipakai oleh oknum bank kartu
kredit dengan para debt collector di Indonesia? Membuat rakyat jadi
miskin, padahal hutang kartu kredit sudah ditanggung penuh oleh asuransi
visa master.
6. Dari informasi yang saya dapat dari mantan orang kartu kredit
standard chartered bank, bahwa perusahaan2 debt collector itu tidak ada
yang memiliki izin/legalitas sama sekali. Alamat kantor dan nomor
telponnya pun tidak pernah jelas, apalagi struktur organisasinya. Karena
dinegara manapun didunia, tidak boleh ada perusahaan yang diberi ijin
untuk menagih hutang. Jadi jika kita atau polisi mau mendatangi
perusahaan-perusahaan debt collector ini berdasarkan info dari
masyarakat, maka tentu orang-orang debt collector itu akan lari dan akan
pindah alamat dan kantornya.
7. Dari sudut pandang hukum, kartu kredit adalah lemah karena tidak ada
undang-undangnya dimanapun karena sifatnya yang konsumtif dan bunga
tinggi serta banyak klausul-klausul yang disembunyikan dari para
pemegangnya yang justru bisa melindungi para kliennya. namun tidak
dikatakan secara jujur jadi klien banyak dibodohi.
8. Kesalahan berikutnya dari pihak bank adalah dalam cara memasarkannya,
dimana sebenarnya yang boleh memiliki kartu kredit bukan sembarang
orang namun orang yang sudah mapan. Namun dalam sepuluh tahun terakhir
justru sebaliknya, banyak kartu kredit ditawarkan dengan mudah dengan
persetujuan yang mudah. Akhirnya orang yang belum mampu, dapat memiliki
kartu kredit yang akan berakibat pada banyaknya hutang macet pada kartu
kredit. Dan ditambah lagi, jika seseorang telah memiliki 1 kartu kredit
maka dia akan mudah memiliki kartu kredit dari bank lain dengan limit
yang lebih tinggi dan banyak. Sehingga jika seseorang punya 1 kartu,
maka dia akan ditawari dari bank lainnya. Padahal semestinya kartu
kredit menganut azas kemampuan diri nasabah ketika menawarkan. artinya
jika nasabah sudah memiliki 1 kartu kredit maka secara akuntansi dia
tidak boleh menambah kartu lainnya karena pasti akan tidak mampu.
Ditingkat sales kartu kredit pun terjadi jual beli database pemegang
kartu kredit dalam jumlah banyak, sehingga orang yang sudah punya kartu
kredit akan ditawari kartu kredit dari bank lain lagi dengan limit yang
lebih besar dan dengan tingkat approval yang tinggi dari bagian
verifikasi bank. Sehingga dari sinipun terlihat bahwa pihak bank
memberikan kontribusi besar diawal terhadap terjadinya kredit macet.
9. dari semua ini, maka dapat disimpulkan bahwa yang membuat macet
hutang kartu kredit adalah pihak bank sendiri. Dan kenyataan yang
didapat dilapangan, kasus premanisme yang dilakukan oleh para debt
collector terhadap klien2 kartu kredit yang macet sudah tidak manusiawi
lagi. Disini rakyat tambah menjadi miskin, dan menderita. serta
ketakutan. Dan banyak pelanggaran hukum yang berada pada sisi debt
collector bila kita mau mencermati, mulai dari soal ijin perusahaan,
legalitas, alamat perusahaan, nomor telpon, dan sebagainya. Dan debt
collector ini sebenarnya menagih hutang yang sudah dilunasi oleh
asuransi visa master. Jadi uang yang didapat dari masyarakat dipakai
sendiri oleh oknum bank dan debt collector dengan mengatasnamakan pihak
bank. Perlu diketahui bahwa hutang kartu kredit dan KTA /kredit tanpa
agunan memiliki sifat berbeda dengan hutang-hutang lainnya. Pertama
karena sifatnya tanpa jaminan maka tidak ada ikatan pada nasabah untuk
melunasi jika tidak mampu membayar bahkan ada didalam klausulnya. Kedua,
hutang kartu kredit tidak diwariskan, alias tidak dapat ditagihkan
kepada anggota keluarga yang lain. Yang justru dalam kenyataan, para
debt col memintanya pada anggota keluarga yang lain. Ketiga, saya
berharap bahwa POLRI akan menindak tegas premanisme semacam ini secara
proaktif dan bukan berdasarkan laporan/delik aduan saja. karena bila
kita lihat, sudah sejak dulu masyarakat diperlakukan seperti ini dan
kita bisa bayangkan sudah berapa biliun uang rakyat diambil oleh debt
col yang notabene adalah premanisme dan oknum bank, sehingga rakyatlah
yang memperkaya debt collector dan oknum bank itu. Mungkin ada beberapa
kekurangan dari hasil investigasi saya ini, namun inilah semua yang saya
dapatkan dari investigasi dilapangan selama 1 tahun. Semoga bermanfaat
buat POLRI dan dapat melindungi rakyat yang sudah susah hidupnya
sehingga tidak diperas dan ditindas oleh para debt collector dan oknum
bank. Padahal uang itu tidak disetor ke bank, melainkan kepada oknum
bank yang bisa mengeluarkan kwitansi resmi dari bank, dan surat lunas
dari bank. Bahkan ada yang mengeluarkan kwitansi bodong alias palsu
serta surat lunas buatan sendiri yang seolah-olah dikeluarkan oleh bank.
Sekian dan terima kasih. Dan semoga tidak ada pejabat yang membekingi
para debt collector kartu kredit dan KTA. Demi menumpas penghisapan
terhadap rakyat yang sudah tidak mampu.
No comments:
Post a Comment